Arovah, Eva Nur
Sekolah Tinggi Keguruan Dan Pendidikan Pangeran Dharma Kusuma Juntinyuat Indramayu

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

COAST, LOWLAND, AND HIGHLAND: A GEOGRAPHICAL UNITY IN SUPPORTING THE ECONOMY OF CIREBON FROM XIX-XX CENTURY Arovah, Eva Nur; Lubis, Nina Herlina; Dienaputra, Reiza; Nugrahanto, Widyo
Paramita: Historical Studies Journal Vol 28, No 2 (2018): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v28i2.14663

Abstract

Since 14th and 15th century, the kingdoms located among the islands of archipelago, including Cirebon, have involved in trading activities among the islands of archipelago or even international. Started from the fall of Majapahit and Demak kingdoms, the northern coastal areas of Java mostly are dominated by the rulers and Moslem traders. In 17th century, by the equal disintegration of traditional politics and taking over of the power of Cirebon Palace by VOC and the system and direction of policy which are made by the Dutch government, the sector-based trade in the coastal area of Cirebon becomes increasingly advanced and widespread. Started from the coastal area, in its development, the developing center trade becomes in hand with the developing of agricultural sectors in the lowlands and plantation in the highlands. By the historical method and structural approach from Fernand Braudel, this research is trying to explain Cirebon’s Geography as a synthesis that plays a role in Cirebon economic activity. No less important, archaeological evidences will be included as an attempt to identify the historical fact. Because in reality, the three regions (coastal area, agriculture and plantation) are a unity of the mutually bounded and have a reciprocal relationship in its contribution to the economic progress of the Dutch. Semenjak abad ke-14 dan ke-15, kerajaan-kerajaan yang terletak di kawasan pesisir Nusantara, termasuk Cirebon, telah terlibat dalam perdagangan antarpulau Nusantara maupun perdagangan antarnegara. Dimulai semenjak runtuhnya Majapahit dan kejayaan Demak, kawasan pantai utara Jawa hampir seluruhnya dikuasai oleh para penguasa dan pedagang muslim. Memasuki abad ke-17, bersamaan dengan disintegrasi politik tradisional dan pengambil-alihan kekuasaan keraton Cirebon oleh VOC serta pola dan arah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda, sektor perdagangan yang berpusat di kawasan pesisir Cirebon menjadi semakin mengikat dan meluas. Dimulai dari kawasan pesisir, dalam perkembangannya pengembangan pusat perdagangan menjadi beriringan dengan perkembangan pertanian di dataran rendah dan perkebunan di dataran tinggi. Dengan menggunakan metode penelitian sejarah dan pendekatan struktur sebagaimana yang dilakukan Fernand Braudel, penelitian ini mencoba mendeskripsikan geografis Cirebon sebagai sebuah sintesa yang berperan besar dalam kegiatan ekonomi Cirebon. Karena dalam kenyataannya tiga kawasan di atas merupakan suatu kesatuan yang saling terikat dan memiliki hubungan timbal balik dalam sumbanganya terhadap perkembangan ekonomi Hindia Belanda. 
WÈWÈKAS DAN IPAT-IPAT SUNAN GUNUNG JATI BESERTA KESESUAIANNYA DENGAN AL-QUR’AN Eva Nur Arovah; Nina Herlina Lubis; Reiza Dienaputra; Widyo Nugrahanto
Patanjala: Journal of Historical and Cultural Research Vol 9, No 3 (2017): PATANJALA VOL. 9 NO. 3, SEPTEMBER 2017
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (946.197 KB) | DOI: 10.30959/patanjala.v9i3.309

Abstract

Tidak ada yang menyangsikan peran Sunan Gunung Jati sebagai salah satu sosok penting dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa khususnya. Pun, tidak ada yang menyangsikan kehebatannya dalam kancah politik tradisional, karena berhasil membawa Cirebon “merdeka” dari Kerajaan Sunda dan mendirikan Kerajaan Islam Cirebon. Dari sini Sunan Gunung Jati hadir sebagai raja dan sebagai wali, yang menguasai sebagian wilayah (yang sekarang) Jawa Barat sekaligus mengajak dan menyemangati sisi spiritual warganya dalam memeluk Islam. Salah satu wujud ajakan Sunan Gunung Jati tersebut tertuangkan dalam bentuk wèwèkas dan ipat-ipat (perintah dan larangan) atau nasehat yang berhubungan dengan persoalan agama, maupun persoalan sosial-kemanusiaan. Penelitian ini berusaha mengkaji bagian Pangkur naskah Cirebon yang berjudul Sejarah Peteng (Sejarah Rante Martabat Tembung Wali Tembung Carang Satus-Sejarah Ampel Rembesing Madu Pastika Padane) di mana didalamnya terdapat gambaran tentang wèwèkas dan ipat-ipat Sunan Gunung Jati serta mencari kesesuiannya dengan Al-Qur’an dan nilai-nilai kemanusiaan. Kata Kunci: wèwèkas, ipat-ipat, Sunan Gunung Jati, Al-Qur’an, Kemanusiaan
KONDISI EKONOMI CIREBON PADA MASA JEPANG Eva Nur Arovah
Sinau : Jurnal Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol. 1 No. 01 (2015): Jurnal Ilmu Pendidikan dan Humaniora
Publisher : LPPM STKIP Pangeran Dharma Kusuma Segeran Juntinyuat Indramayu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37842/sinau.v1i01.5

Abstract

Salah satu usaha Jepang untuk menopang upaya perang dan rencana-rencananya bagi dominasi ekonomi jangka panjang terhadap Asia Timur dan Asia Tenggara adalah dengan menyusun dan mengarahkan kembali perekonomian Indonesia. Berkenaan dengan hal itu Jepang mengeluarkan peraturan-peraturan baru dan kebijakan yang mengendalikan dan mengatur kembali hasil-hasil utama perekonomian Indonesia beserta harga berbagai komoditi. Dampak yang ditimbulkan adalah kekacauan dan penderitaan bagi rakyat Indonesia. Demikian juga situasi di Cirebon. Kesulitan itu, bukan hanya menyentuh sisi ekonomi tapi juga merambah ke sisi sosial dan politik masyarakat Cirebon. Tulisan ini berusaha menggambarkan kondisi Cirebon khususnya bidang perekonomian pada masa penjajahan Jepang.