This Author published in this journals
All Journal Reformasi Hukum
Moh Hazmi, Raju
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Tipologi Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Menggantikan Hakim Mahkamah Konstitusi Dalam Masa Jabatan : Typology of Authority of the House of Representatives to Replace Constitutional Court Judges During their Term of Office Moh Hazmi, Raju; Arman, Zuhdi
Reformasi Hukum Vol 27 No 3 (2023): December Edition
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46257/jrh.v27i3.711

Abstract

Penggantian Aswanto sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam masa jabatan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan determinasi politik terhadap MK dan bersifat intervensionis. Meskipun diberikan atribusi untuk melakukannya, namun kewenangan tersebut tidak dapat dilaksanakan begitu saja. Artikel ini bertujuan menganalisis tipologi kewenangan yang melekat kepada DPR untuk mengganti hakim MK dalam masa jabatan dan desain konstitusionalisme dalam proses penggantian tersebut. Metode penelitian yaitu metode normatif dengan pendekatan perundangan, konseptual, serta kasus. Hasil penelitian ditemukan bahwa tipologi kewenangan DPR menggantikan hakim MK dalam masa jabatan merupakan atribusi yang bersifat kausalitas terbatas karena dependen terhadap atribusi ketua MK sebagai entitas prima facy untuk menjustifikasi alasan penggantian sekaligus presiden sebagai entitas yang mengeluarkan penetapan pemberhentian. Dalam konteks ini, ketua MK yang justru mempunyai kewenangan mendeteksi alasan seperti apa yang menjustifikasi seorang hakim MK dapat diberhentikan pada masa jabatannya. Desain konstitusionalisme dalam proses itu terlihat ketika ada relasi kewenangan institusional yang bersifat terbatas antara MK, Presiden, dan DPR. Artinya, DPR sebelum megusulkan penggantian hakim harus dimulai dari proses justifikasi pemberhentian oleh ketua MK dan diafirmasi oleh presiden sebagai dasar mengeluarkan penetapan pemberhentian. Pada proses tersebut terlihat posisi antar lembaga tidak berjalan secara dikotomis, melainkan saling mengawasi sesuai nalar konstitusionalisme.