Kepemilikan sertifikat tanah elektronik dapat dianggap sah menurut hukum jika telah didaftarkan di kantor pertanahan yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 3 Tahun 2023, hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan harus dilakukan pada kepemilikan tanah yang telah dimiliki. Penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum sertifikat tanah elektronik berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, pemilik tanah yang menggunakan sertifikat tanah elektronik dapat dianggap sebagai konsumen, karena pemilik sertifikat tanah elektronik memanfaatkan layanan publik yang disediakan oleh negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perlindungan hukum kepada pemilik sertifikat tanah elektronik dengan menggunakan dasar hukum Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Metode yang digunakan pada penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kemudian menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus, tujuan pendekatan tersebut dilakukan untuk mendapatkan pemahaman tentang peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini. Sumber bahan penelitian ini juga menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu hak dasar konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 adalah hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang produk atau layanan yang diterima. Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang lengkap mengenai cara kerja sistem elektronik, keamanan data, dan potensi resiko yang dihadapi oleh pemilik sertifikat.