Ketut Lia Padma Dewi
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

ANALISIS AKIBAT HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN DAN HAK MEWARIS DUDA MULIH TRUNA PADA PERKAWINAN NYENTANA DALAM PERSEPKTIF HUKUM ADAT BALI (STUDI KASUS DI DESA KEKERAN KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG) Ketut Lia Padma Dewi; Ketut Sudiatmaka; Dewa Bagus Sanjaya
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 6 No. 1 (2023): Maret, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v6i1.60329

Abstract

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalis tentang (1) Pengaturan terkait kedudukan dan hak mewaris duda mulih truna pada perkawinan nyentana di Desa Kekekeran Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung dalam perspektif hukum adat Bali. (2) Akibat hukum dari status duda mulih truna terhadap kedudukan dan hak mewaris di rumah asalnya di Desa Kekeran Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung dalam perspektif hukum adat Bali. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dimana penelitian ini bersifat deskriptif dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen serta diolah dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Perkawinan nyentana diatur dalam awig-awig di Desa Kekeran, dalam awig-awig tersebut juga menjelaskan siapa yang berhak menjadi ahli waris dalam perkawinan nyentana, namun mengenai kedudukan dan hak mewaris duda mulih truna pada perkawinan nyentana tidak diatur secara jelas terkait apakah laki-laki tersebut masih memiliki hak mewaris atau tidak, namun pada umumnya dalam perspektif hukum adat Bali laki-laki yang pernah melakukan perkawinan nyentana tidak memiliki hak mewaris lagi. (2) Akibat hukum dari perceraian pada perkawinan nyentana maka laki-laki akan berstatus duda mulih truna dimana pada konsepnya ia harus pulang kembali ke rumah asalnya. Laki-laki yang berstatus duda mulih truna dianggap sudah ninggal kedaton (melepaskan hubungan hukum dengan keluarga asalnya) sehingga tidak memiliki hak mewaris lagi di rumah asalnya, meskipun duda mulih truna tidak memiliki hak mewaris lagi, namun pihak keluarga dapat memberikan sebagian harta warisan dengan melakukan musyawarah terlebih dahulu serta mendapat persetujuan dari pihak keluarga, pemberian harta warisan ini di dasari oleh rasa kasihan dan rasa kemanusian dari pihak keluarga laki-laki tersebut.