This article focuses on the narratives of children, members of the Pasundan Christian Church in Dayeuhkolot, who were victims of religious radicalism. These children have experienced certain acts of violence, such as verbal and physical violence, that have affected their lives, specifically their minds and behavior toward others who are different from them. As a result, these children did not have enough space to express and discuss what they had experienced. In this research, we have conducted interviews with three children to get the narratives about their experiences of intolerance and violence. At the same time, we do a literature review to explore the concept of theologizing with children. The results show that children's experiences of violence influence their theological perspective and understanding of God, others, and their relationships with others. By adopting the making meaning model proposed by Tanya Marie Eustace Campen, we argue that the four stages of this model, namely engage, recognize, claim, and respond, can be used as a model of doing theology with (victimized) children. AbstrakArtikel ini berfokus pada narasi warga jemaat anak Gereja Kristen Pasundan Jemaat Dayeuhkolot yang menjadi korban radikalisme agama. Anak-anak ini mengalami tindakan kekerasan verbal dan fisik yang memengaruhi kehidupan mereka, terutama pola pikir dan perilaku mereka terhadap orang lain yang berbeda dari mereka. Akibatnya, anak-anak tersebut tidak memiliki ruang yang cukup untuk mengekspresikan dan mendiskusikan apa yang mereka alami. Dalam penelitian ini kami melakukan wawancara dengan tiga anak untuk mendapatkan narasi tentang pengalaman intoleransi dan kekerasan yang dialami oleh mereka dan juga melakukan studi literatur untuk mendalami konsep berteologi bersama anak. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengalaman intoleransi dan kekerasan yang dialami anak-anak memengaruhi pemahaman teologis mereka tentang Tuhan, manusia, dan hubungan antarmanusia. Dengan mengadopsi model making meaning yang dikemukakan oleh Tanya Marie Eustace Campen, kami beragumen bahwa empat tahap dari model ini, yakni: terlibat (engage), mengenali (recognize), mengklaim (claim), dan menanggapi (respond), dapat dipakai sebagai model berteologi bersama anak korban radikalisme agama.