Pelaksanaan perjanjian yang dilakukan oleh pihak pengelola dengan pihak pemilik lahan pada dasarnya tidak sepenuhnya dapat dikatakan sebagai bentuk perjanjian yang adil, sebagaimana perihal mengenai kerusakan dalam pengelolaan objek wisata tersebut masih dirasa bagi pemilik lahan tidak setimpal dengan hasil yang diterima oleh pemilik lahan, sehingga kerjasama yang dilakukan tidak adil bagi pihak pemilik lahan atas kerusakan lahan yang terjadi. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis pengelolaan wisata Punden Rejo di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, perjanjian bagi hasil pengelolaan wisata Punden Rejo di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, dan menganalisis kepastian hukum perjanjian wisata Punden Rejo di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang dalam perspektif hukum kontrak di Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif, dengan menggunakan 3 metode pendekatan yaitu berupa pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, serta hasil penelitian menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengelolaan wisata Punden Rejo dalam pelaksanaan pengelolaannya memberikan kuasa kepada pengelola wisata. Pemberian hak pengelolaan ini didasari atas perjanjian tidak tertulis dan tidak dituangkan dalam akta tertulis antara kedua belah pihak tersebut. Perjanjian pengelolaan wisata Punden Rejo berupa kesepakatan tidak tertulis. Pengelola wisata dan pemilik lahan sama-sama mendapatkan hasil 50%. Pembagian hasil tersebut dari penerimaan penjualan karcis masuk, penerimaan penjualan karcis parkir, penerimaan sewa tempat kios, dan lain-lain penerimaan yang sah. Kepastian hukum perjanjian wisata Punden Rejo berdasarkan hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak sudah tercermin keadilan walaupun sesungguhnya perlu terdapat perubahan yang harus dilakukan demi tercapainya suatu keadilan secara utuh. Jika dilihat dari ketentuan hak yang diperoleh dari pihak pemilik lahan persawahan, sudah dipastikan adanya ketidakseimbangan antara masing-masing pihak, hal tersebut terkesan menguntungkan salah satu pihak yaitu Pengelola objek wisata. Hal ini terlihat kepentingan politik pengelola wisata yang hanya mementingkan profit mengejar pendapatan dengan mengabaikan hak-hak pemilik lahan persawahan.