ABSTRAKWilayah pesisir merupakan kawasan dengan potensi besar untuk pembangunan, tetapi juga rentan terhadap bencana lingkungan, salah satunya kenaikan permukaan air laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik fisik dan potensi wilayah pesisir Kecamatan Paju’kukang serta menganalisis tingkat kerawanannya terhadap kenaikan permukaan air laut. Studi ini menggunakan metode campuran, dengan analisis deskriptif kualitatif dan analisis spasial berbasis sistem informasi geografis (GIS). Data dikumpulkan melalui observasi lapangan dan dokumen terkait, mencakup indikator seperti kemiringan lereng, tata guna lahan, ketinggian gelombang, kecepatan arus, angin, dan pasang surut. Hasil menunjukkan bahwa 60,3% wilayah memiliki tingkat kerawanan sedang, 25,5% memiliki kerawanan tinggi, dan hanya 14,1% yang tergolong rendah. Kerawanan tinggi umumnya terdapat di kawasan dengan tata guna lahan intensif, seperti permukiman dan kawasan industri. Faktor seperti kemiringan lereng rendah (0–8%) dan dinamika laut, termasuk ketinggian gelombang mencapai 1,2 meter, berkontribusi signifikan terhadap tingkat kerawanan ini. Aktivitas pembangunan di Kawasan Industri Bantaeng turut meningkatkan tekanan lingkungan, yang dapat memperburuk risiko di masa depan. Penelitian ini menegaskan pentingnya perencanaan tata guna lahan yang berkelanjutan untuk meminimalkan risiko bencana di kawasan pesisir. Temuan ini memberikan kontribusi penting bagi literatur terkait kerawanan pesisir di Indonesia dan dapat menjadi dasar untuk kebijakan mitigasi bencana yang lebih efektif. Studi lanjutan diperlukan untuk mengevaluasi dampak perubahan iklim jangka panjang dan efektivitas kebijakan tata ruang di kawasan pesisir. ABSTRACTCoastal areas are highly dynamic regions with significant environmental and economic potential, but they face increasing risks from sea level rise caused by climate change and human activities. This study aims to assess the physical characteristics, potential, and vulnerability of the coastal area in Paju’kukang Subdistrict, Bantaeng Regency, Indonesia, to sea level rise. A mixed-methods approach was employed, combining qualitative analysis for identifying influencing indicators and quantitative spatial analysis for mapping vulnerability. Data were collected through field observations and secondary sources, focusing on slope gradient, land use, wave height, currents, wind, and tides. The findings reveal that 60.3% of the area exhibits moderate vulnerability, 25.5% high vulnerability, and only 14.1% low vulnerability. Key factors include flat topography (slope gradient 0–8%), predominant land uses such as agriculture and aquaculture, and dynamic oceanographic conditions with wave heights reaching 1.2 meters during specific seasons. The development of the Bantaeng Industrial Park further increases land use intensity, potentially exacerbating vulnerability. These results underscore the urgent need for sustainable land-use planning to mitigate risks and protect coastal communities. By providing a detailed vulnerability map, this study contributes to disaster risk management and supports decision-makers in crafting effective mitigation policies. Future research should explore predictive models for long-term climate impacts and evaluate coastal zoning policies to enhance resilience against sea level rise.