Widiasena, Stefanus Albert Putra
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

“Srawung Persaudaraan Sejati Kaum Muda Lintas Agama” Gereja Keuskupan Agung Semarang dalam Kacamata Dokumen Fratelli Tutti Widiasena, Stefanus Albert Putra; Lelono, Martinus Joko
Proceedings of The National Conference on Indonesian Philosophy and Theology Vol 2, No 1 (2024): Proceedings of The National Conference on Indonesian Philosophy and Theology
Publisher : Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/snf.v2i1.8492

Abstract

Amid the current tension of interfaith life in Indonesia, the Semarang Archdiocese Church (KAS) is working to create a welcoming space for young people. Since 2014, KAS Church has organized an activity called “Kongres Persaudaraan Sejati”, which was later changed to “Srawung Persaudaraan Sejati Kaum Muda Lintas Agama” in 2018. This activity, which takes place every four years, aims to demonstrate the Catholic Church's involvement in upholding the value of pluralism, which is based on a culture of encounter or dialog. This idea of a culture of encounter was then enriched by the ideological model defended by Pope Francis in his encyclical Fratelli Tutti (2020). The document Fratelii Tutti (2020) contains a model for reflection on coexistence and the movement towards world peace. This article will explore the thought pattern of Pope Francis regarding the document Fratelli Tutti (2020) and find the contribution of this thought to the activity “Srawung Persaudaraan Sejati Kaum Muda Lintas Agama”.AbstrakDi tengah arus merenggangnya kehidupan lintas agama di Indonesia, Gereja Keuskupan Agung Semarang (KAS) berjuang menciptakan ruang kebersamaan untuk kaum muda. Sejak 2014, Gereja KAS memiliki kegiatan yang bernama “Kongres Persaudaraan Sejati” yang kemudian pada tahun 2018 dimodifikasi menjadi “Srawung Persaudaraan Sejati Kaum Muda Lintas Agama”. Kegiatan yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali ini hendak menunjukkan keterlibatan Gereja Katolik untuk menjaga nilai pluralitas yang kemudian didukung oleh adanya budaya perjumpaan atau dialog. Gagasan mengenai budaya perjumpaan ini kemudian diperkaya dengan model pemikiran yang dimiliki oleh Paus Fransiskus dalam ensikliknya yang berjudul Fratelli Tutti (2020). Dokumen Fratelii Tutti (2020) berisikan sebuah model pemikiran mengenai kehidupan bersama dan gerakan menuju perdamaian dunia. Tulisan ini akan menggali model pemikiran yang dimiliki Paus Fransiskus mengenai Dokumen Fratelli Tutti (2020) dan menemukan kontribusi pemikiran terhadap kegiatan “Srawung Persaudaraan Sejati Kaum Muda Lintas Agama”.
Arti Persaudaraan Menurut Paus Fransiskus dan Gus Dur Widiasena, Stefanus Albert Putra
Divinitas Jurnal Filsafat dan Teologi Kontekstual Vol 2, No 2 (2024): Divinitas July
Publisher : Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/div.v2i2.8828

Abstract

In the midst of the weakening of fraternal relations between people, there are two important figures who write their ideas related to "brotherhood". These two figures are Pope Francis and Gus Dur. According to Pope Francis, brotherhood means treating all beings as brothers and sisters. The language used by Pope Francis is the call to be a neighbor to others. Meanwhile, according to Gus Dur, brotherhood means loving the different (plurality) in human life. Gus Dur strongly emphasizes the importance of tolerance and respect for differences between human beings, especially religions. In this article, the author wants to compare the thoughts of the two figures on the theme of "brotherhood". In addition, this paper also aims to contribute thoughts for everyone to increase the spirit of building brotherhood that is able to transcend existing boundaries.AbstrakDi tengah arus merenggangnya relasi persaudaraan antar manusia, ada dua tokoh penting yang menuliskan gagasannya berkaitan dengan “persaudaraan”. Kedua tokoh tersebut ialah Paus Fransiskus dan Gus Dur. Menurut Paus Fransiskus, persaudaraan berarti memperlakukan segenap makhluk sebagai saudara dan saudari. Bahasa yang digunakan oleh Paus Fransiskus ialah panggilan menjadi sesama bagi yang lain. Sementara itu menurut Gus Dur, persaudaraan berarti sikap menyayangi yang berbeda (pluralitas) dalam kehidupan umat manusia. Gus Dur sangat menekankan pentingnya toleransi dan sikap menghargai perbedaaan antar umat manusia, khususnya agama. Dalam artikel ini, penulis hendak membandingkan pemikiran kedua tokoh mengenai tema “persaudaraan”. Selain itu, tulisan ini juga hendak memberikan kontribusi pemikiran bagi setiap orang untuk meningkatkan semangat membangun persaudaraan yang mampu melampaui batas-batas yang ada.