Provinsi Papua merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memperoleh otonomi khusus dengan sistem desentralisasi asimetris berdasarkan Pasal 18B ayat (1) UUD NRI 1945. Konsepsi desentralisasi asimetris tersebut memberi perhatian khusus pada politik afirmasi kepada Orang Asli Papua (OAP) sebagai bagian dari masyarakat hukum adat melalui lembaga pemerintahan daerah yang bersifat khusus. Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui wujud desentralisasi asimetris di papua melalui kebijakan otonomi khusus dan politik afirmasi bagi OAP dalam lembaga Pemerintahan pasca perubahan undang-undang otonomi khusus bagi provinsi Papua. Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian hukum normatif dengan mengkaji asas-asas umum atau doktrin hukum, sejarah maupun perbadingan hukum yang berkaitan dengan topik penelitian. Pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan kepustakaan (library reseach) dan pendekatan peraturan perundang-undangan (statue approach). Hasil penelitian menunjukan bahwa secara de facto desentralisasi asimetris di Provinsi Papua terwujud melalui integrasi sistem adat ke dalam kerangka pemerintahan sebagai fondasi pembangunan. Melalui berbagai mekanisme afirmasi, negara memberikan ruang bagi representasi kultural dan politik yang sah dengan keberadaan MRP (Majelis Rakyat Papua), pengangkatan OAP dalam badan legislatif seperti DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua), serta keharusan calon kepala daerah berasal dari OAP. Keberadaan MRP, DPRP, dan Gubernur berfungsi sebagai tiga pilar utama dalam menjamin implementasi politik afirmasi yang adil dan manjunjung tinggi kearifan lokal di Papua.