Penelitian ini mengkaji pemahaman civitas akademika dan praktik penerapan paradigma wahdatul ‘ulum di Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara sebagai wujud integrasi ilmu dalam kerangka Pendekatan Studi Islam Transdisipliner. Latar belakang penelitian ini merujuk pada transformasi epistemologis pasca-peralihan status dari IAIN menjadi UIN, yang menuntut penyatuan ilmu agama dan ilmu umum dalam satu visi tauhid. Penelitian ini bertujuan untuk menggali realitas sosial-akademik sebagaimana dialami dan dipahami oleh para pelaku di lingkungan UIN Sumatera Utara terkait penerapan paradigma wahdatul ‘ulum. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam terhadap tiga informan utama, dosen selaku pengelola paradigma, mahasiswa, dan perwakilan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun wahdatul ‘ulum telah diadopsi secara institusional melalui kebijakan kurikuler seperti integrasi dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan pembentukan Unit Wahdatul ‘ulum, implementasinya masih bersifat prosedural dan tekstual. Pemahaman yang tidak seragam di kalangan dosen, minimnya kompetensi paradigmatik, serta dominasi budaya akademik dikotomis menghambat internalisasi yang transformatif. Implikasi temuan ini menunjukkan bahwa tanpa standarisasi kompetensi, pelatihan berkelanjutan, dan desain kurikulum transdisipliner yang holistik, paradigma ini berisiko menjadi jargon administratif yang justru memperkuat dikotomi yang ingin diatasi. Penelitian ini merekomendasikan penguatan komitmen institusional untuk menjadikan wahdatul ‘ulum bukan hanya sebagai kebijakan, tetapi sebagai “poros epistemologis” yang hidup dalam seluruh praktik akademik.