Arbitrase menjadi salah satu opsi dalam penyelesaian sengketa selain Pengadilan. Prosesnya yang cepat dan murah menjadi pilihan para pihak. Namun tidak jarang adanya ketidakpuasan terhadap putusan Arbitrase, yang membuat para pihak mengajukan pembatalan ke Pengadilan. Kasus dalam tesis ini meneliti terkait dua putusan pengadilan dalam pembatalan putusan arbitrase internasional, Putusan Nomor 88 PK/Pdt.Sus-Arbt/2014 dan Putusan Nomor 86/ PN/ Jkt.Pst/2002. Kasus di Putusan tersebut bermula ketika terjadi Putusan Arbitrase dan salah satu pihak tidak menyetujui Putusan tersebut, kemudian melakukan permohonan pembatalan di Pengadila Jakarta Pusat. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kompetensi Pengadilan Negeri di Indonesia dalam membatalkan putusan Arbitrase Internasional dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara. Peneltian ini menggunakan metode yuridis normative, dengan pendekatan kasus (Case Approach), (Statue Approach), dan (Comparative Approach). Tesis ini menggunakan sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode analisis data ini menggunakan normative kualitatif.Hasil penelitian menunjukan bahwa kompetensi pengadilan negeri Jakarta pusat dalam membatalkan putusan arbitrase internasional adalah tidak berwenang selama putusan arbitrase itu tidak dilakukan di Indonesia. Putusan Nomor 88 PK/Pdt.Sus-Arbt/2014, putusan Hakim sudah sesuai dengan UU Arbitrase terkait pembatalan Putusan Arbitrase pada Pasal 70 tidak dapat di buktikan dan Konvensi New York 1958 pada Pasal 5 Ayat 1 huruf e. Sedangkan Putusan Nomor 86/ PN/ Jkt.Pst/2002 Hakim tidak mendasarkan pada UU Arbitrase maupun dasar hukum pembatalan putusan arbitrase yang lain, hakim menilai bahwa keadaan Indonesia yang sedang krisis dan membuat hakim menyetujui pembatalan putusan arbitrase internasional.