Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Pantun dan Mantra dalam Upacara Menumbai di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau: Kajian Komposisi, Transmisi, dan Fungsi Hafid Arofat, Moch.; Siti Kussuji Indrastuti, Novi
Jurnal Multidisiplin Indonesia Vol. 1 No. 3 (2022): Jurnal Multidisiplin Indonesia
Publisher : Riviera Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58344/jmi.v1i3.97

Abstract

Pantun dan mantra menumbai termasuk bagian dari upacara menumbai di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Pantun dan mantra menumbai tergolong ke dalam sastra lisan karena dilantunkan saat upacara dan tidak adanya teks sebagai pegangan saat upacara. Objek material pada penelitian ini adalah serangkaian pantun dan mantra menumbai yang didapat dari dari lantunan narasumber, yakni Juagan Tuo. Penelitian ini menggunakan objek formal dari teori sastra lisan Albert B. Lord dan fungsi sastra lisan Ruth Finnegan. Ada dua rumusan masalah pada penelitian ini, yakni 1) bagaimana konteks sosial budaya, komposisi, dan transmisi terkait pantun dan mantra pada upacara menumbai pohon sialang pada masyarakat Pelalawan, Riau, dan 2) bagaimana fungsi pantn dan mantra pada upacara menumbai pohon sialang pada masyarakat Pelalawan, Riau. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada inkonsistensi pola pantun dan mantra dengan tema besar berupa penghormatan kepada ratu lebah, penghuni pohon sialang, Nabi Sulaiman, Nabi Muhammad, pada saat memanen madu sialang. Konteks pertunjukan meliputi situasi, penampil, durasi, dan penonton. Transmisi yang terjadi pada generasi sebelumnya dilakukan lewat hubungan keluarga dan lewat pertunjukan secara langsung. Transmisi yang terjadi pada masa kini bergantung dari pendokumentasian yang telah dilakukan oleh pemerintah setempat dan para peneliti. Konteks sosial budaya agraris meliputi sistem pemakaian hutan tanah sialang, sistem perkebunan madu, dan pengolahan madu. Masyarakat pendukung terhadap adanya upacara menumbai adalah Batin, kepala adat yang memberlakukan hukum adat yang berlaku. Di luar itu, para penampil yang terdiri dari Juagan Tuo, Juagan Mudo, dan tukang sambut berperan penting terhadap upacara menumbai. Selain itu, ada petani, pedagang, dan masyarakat setempat yang turut mendapat manfaat dari madu sialang. Fungsi pantun dan mantra menumbai terdiri dari tiga fungsi besar, yakni religius, sosial, dan ekologis. Fungsi pantun lebih bersifat horizontal, yakni berhubungan antar masyarakat agar terjalin ikatan gotong-royong dan saling membantu, sedangkan fungsi mantra lebih bersifat vertikal, yakni melibatkan alam dan Tuhan agar yakni melibatkan alam dan Tuhan agar mencukupkan rezeki dan tempat masyarakat menggantungkan hidupnya.
Strategi Pengembangan Ekowisata Taman Air Tlatar (Etasia) sebagai Wisata daerah pada masa Pandemi Covid-19 Dd Kabupaten Boyolali Hafid Arofat, Moch.; Kussuji Indrastuti, Novi Siti
Jurnal Multidisiplin Indonesia Vol. 1 No. 4 (2022): Jurnal Multidisiplin Indonesia
Publisher : Riviera Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58344/jmi.v1i4.119

Abstract

Pantun dan mantra menumbai termasuk bagian dari upacara menumbai di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Pantun dan mantra menumbai tergolong ke dalam sastra lisan karena dilantunkan saat upacara dan tidak adanya teks sebagai pegangan saat upacara. Objek material pada penelitian ini adalah serangkaian pantun dan mantra menumbai yang didapat dari dari lantunan narasumber, yakni Juagan Tuo. Penelitian ini menggunakan objek formal dari teori sastra lisan Albert B. Lord dan fungsi sastra lisan Ruth Finnegan. Ada dua rumusan masalah pada penelitian ini, yakni 1) bagaimana konteks sosial budaya, komposisi, dan transmisi terkait pantun dan mantra pada upacara menumbai pohon sialang pada masyarakat Pelalawan, Riau, dan 2) bagaimana fungsi pantn dan mantra pada upacara menumbai pohon sialang pada masyarakat Pelalawan, Riau. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada inkonsistensi pola pantun dan mantra dengan tema besar berupa penghormatan kepada ratu lebah, penghuni pohon sialang, Nabi Sulaiman, Nabi Muhammad, pada saat memanen madu sialang. Konteks pertunjukan meliputi situasi, penampil, durasi, dan penonton. Transmisi yang terjadi pada generasi sebelumnya dilakukan lewat hubungan keluarga dan lewat pertunjukan secara langsung. Transmisi yang terjadi pada masa kini bergantung dari pendokumentasian yang telah dilakukan oleh pemerintah setempat dan para peneliti. Konteks sosial budaya agraris meliputi sistem pemakaian hutan tanah sialang, sistem perkebunan madu, dan pengolahan madu. Masyarakat pendukung terhadap adanya upacara menumbai adalah Batin, kepala adat yang memberlakukan hukum adat yang berlaku. Di luar itu, para penampil yang terdiri dari Juagan Tuo, Juagan Mudo, dan tukang sambut berperan penting terhadap upacara menumbai. Selain itu, ada petani, pedagang, dan masyarakat setempat yang turut mendapat manfaat dari madu sialang. Fungsi pantun dan mantra menumbai terdiri dari tiga fungsi besar, yakni religius, sosial, dan ekologis. Fungsi pantun lebih bersifat horizontal, yakni berhubungan antar masyarakat agar terjalin ikatan gotong-royong dan saling membantu, sedangkan fungsi mantra lebih bersifat vertikal, yakni melibatkan alam dan Tuhan agar yakni melibatkan alam dan Tuhan agar mencukupkan rezeki dan tempat masyarakat menggantungkan hidupnya