Digitalisasi pengadaan barang/jasa melalui sistem e-procurement diharapkan mampu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Namun, perkembangan praktik 2023–2025 menunjukkan bahwa penggunaan teknologi justru memunculkan pola penyimpangan baru yang memanfaatkan kerentanan sistem elektronik. Penelitian ini bertujuan mengkaji bentuk-bentuk penyalahgunaan keuangan negara dalam pengadaan berbasis elektronik, mengidentifikasi kekosongan norma dalam regulasi yang berlaku, serta merumuskan rekonstruksi model pertanggungjawaban hukum yang lebih adaptif terhadap risiko digital. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual, dan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerangka hukum yang ada, terutama Peraturan Presiden tentang PBJ dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara, belum sepenuhnya mengatur tanggung jawab atas manipulasi data elektronik, gangguan sistem, ataupun penyalahgunaan akun digital. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan norma yang mencakup pertanggungjawaban administratif, perdata, dan pidana, termasuk penguatan standar audit trail, autentikasi digital, dan kewenangan pengawasan berbasis elektronik. Penelitian ini menegaskan bahwa penguatan e-procurement tidak cukup bertumpu pada teknologi, tetapi harus disertai pembaruan hukum yang menjamin kepastian dan perlindungan terhadap keuangan negara. The digitalization of public procurement through e-procurement has been promoted as an instrument to enhance transparency and accountability in state financial management. However, practical developments during 2023–2025 reveal that technology has also created new forms of misuse that exploit vulnerabilities within electronic systems. This study examines patterns of state financial misuse in electronic procurement, identifies normative gaps within existing regulations, and proposes a reconstructed model of legal accountability that is more responsive to digital risks. The research employs a normative legal method with statutory, conceptual, and case approaches. The findings indicate that the current regulatory framework particularly the Presidential Regulation on Public Procurement and the State Treasury Law does not sufficiently govern accountability for electronic data manipulation, system interference, or the misuse of digital accounts. Consequently, legal reforms are required to strengthen administrative, civil, and criminal liability, including the establishment of clearer standards for digital authentication, audit trails, and oversight mechanisms. The study concludes that the effectiveness of e-procurement depends not only on technological sophistication but also on legal reforms capable of providing certainty and safeguarding state finances.