Fenomena flexing atau pamer di media sosial telah menjadi tren yang kian populer, mencakup berbagai aspek kehidupan termasuk ibadah. Fenomena ini memunculkan pertanyaan penting mengenai pandangan Al-Quran terhadap perilaku flexing, khususnya dalam konteks ibadah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena flexing ibadah dengan merujuk pada ajaran-ajaran dalam Al-Quran dan membandingkannya dengan definisi flexing yang ada di media sosial saat ini. Meskipun istilah flexing tidak ditemukan secara langsung dalam Al-Quran, penelitian ini menggunakan konsep-konsep terkait seperti riya’ (pamer), ujub (kesombongan), tamak (keinginan berlebihan), dan takabur (keangkuhan) untuk memahami bagaimana Al-Quran menanggapi fenomena ini. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi pustaka, mengumpulkan data dari Al-Quran dan kitab tafsir sebagai data primer, serta dari berbagai artikel, jurnal, dan sumber online sebagai data sekunder. Penelitian ini mengidentifikasi bahwa flexing ibadah di media sosial berpotensi mengubah niat ibadah dari tujuan spiritual yang tulus menjadi pencarian validasi sosial, yang bertentangan dengan ajaran Al-Quran tentang keikhlasan dan kesederhanaan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa fenomena flexing ibadah dapat menimbulkan dua dampak berbeda, 1) Negatif apabila tidak dilakukan dengan tepat yang beresiko menimbulkan seperti peningkatan sifat riya’, materialisme, dan krisis identitas, dan 2) Posistif jika dilakukan dengan melihat nilai-nilai yang harus di perhatikan yang dapat memotivasi orang lain untuk mengerjakan amal kebaikan, dan menghindari prasangka buruk yang dapat menjerumuskan orang lain ke dalam dosa.