ABSTRAK Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXI/2024 menyatakan bahwa ketentuan presidential threshold dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi dari penghapusan presidential threshold serta menentukan mekanisme penyesuaian yang tepat dari penghapusan ambang batas tersebut. Metode yang digunakan adalah metode penelitian doktrinal dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, penghapusan presidential threshold berimplikasi pada tatanan praktis maupun yuridis. Dalam tatanan praktis, hal ini berpotensi memunculkan banyaknya calon yang berdampak pada terciptanya beban anggaran serta beban kerja. Dalam tatanan yuridis penghapusan presidential threshold telah menimbulkan kekosongan hukum. Kedua, penyelesaian yang dapat dilakukan adalah dengan merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan mengatur mengenai ambang batas maksimal koalisi partai politik serta mengadopsi sistem Instant Runoff Voting (IRV). Kata Kunci: pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), presidential threshold, instant runoff voting (IRV), rekayasa konstitusional, demokrasi