Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pengaruh Pengetahuan Perpajakan dan Penerapan Sanksi Terhadap Wajib Pajak Yang Melakukan Tindak Pidana Perpajakan Tanudjaja, Tanudjaja; Rusmaya, Elsinta
Journal of Comprehensive Science Vol. 3 No. 7 (2024): Journal of Comprehensive Science (JCS)
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59188/jcs.v3i7.790

Abstract

Pada awalnya, pajak bukanlah suatu pungutan, melainkan pemberian sukarela yang diberikan oleh rakyat untuk raja yang telah memelihara kepentingan negara, menjaga negara dari serangan musuh, membiayai pegawai kerajaan, dan lain sebagainya. Pajak dapat menjadi salah satu instrumen bagi pemerintah untuk mengukur seberapa besar kesadaran masyarakat untuk membayar pajak atau mendanai penyelenggaraan negara dan mengukur tentang nilai pendapatan dan kesejahteraan riil masyarakat. Pajak menjadi penerimaan negara terbesar yang digunakan negara untuk membangun seluruh wilayah yang ada di Indonesia. Menyadari pentingnya mendorong pengetahuan pajak dalam upaya peningkatan kepatuhan perpajakan pada self assessment system, memberikan dan menjalankan berbagai kegiatan penyuluhan, sosialisasi, pelayanan, dan hubungan masyarakat guna memberikan pengetahuan kepada wajib pajak untuk menjalankan kewajiban sebagai wajib pajak. Problem hukum yang perlu menjadi perhatian di masa datang adalah pengaturan dan penegakan hukum mengenai penyelesaian sengketa pajak yang berpotensi merugikan terhadap pendapatan negara dan tindak pidana di bidang perpajakan serta penyalahgunaan dana yang bersumber dari pendapatan negara yang berasal dari pajak. Walaupun hukum pajak tergolong ke dalam hukum administrasi negara, namun diperkuat dengan diaturnya ketentuan pidana didalam Undang-undang perpajakan. Mengenai konsep dari sanksi perpajakan ialah menjadi kontrol atau pengawasan dari pemerintah untuk menjamin ditaatinya peraturan- peraturan oleh warga negara agar tidak terjadi pelanggaran Pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. Sanksi yang dijatuhkan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
PERAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) DALAM MASYARAKAT SOSIAL Boediningsi, Widyawati; Rusmaya, Elsinta
Journal Transformation of Mandalika, e-ISSN: 2745-5882, p-ISSN: 2962-2956 Vol. 2 No. 4 (2021): April
Publisher : Institut Penelitian dan Pengembangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (489.193 KB) | DOI: 10.36312/jtm.v2i4.732

Abstract

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok perorangan yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa tujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan yang dilakukan. Pada prakteknya kondisi sosial ekonomi di Indonesia yang masih rendah telah menjadikan beberapa pihak menggunakan Organisasi Masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mencapai kepentingan pribadi mereka. Mewujudkan kesejahteraan bukan hanya tugas seorang pemimpin tetapi juga partisipasi dari masyarakat itu sendiri. Dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam segala kegiatan pembangunan, maka secara tidak langsung mereka telah memperkuat kemampuan bangsanya sendiri dalam menghadapi perubahan sosial.
KEABSAHAN TINDAKAN DEBITUR DALAM MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM SEBELUM PUTUSAN PAILIT DALAM PERSPEKTIF KESEIMBANGAN HUKUM DAN KEPAILITAN Rusmaya, Elsinta; Sesung , Rusdianto; Rizkipratama, Febrian
Lentera: Multidisciplinary Studies Vol. 3 No. 4 (2025): Lentera: Multidisciplinary Studies
Publisher : Publikasiku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57096/lentera.v3i4.166

Abstract

Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua pihak atau lebih yang berisi komitmen untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan, yang bisa dibuat secara lisan maupun tertulis. Salah satu jenis perjanjian yang diatur dalam hukum adalah perjanjian jual beli, yang tercantum dalam Pasal 1457 KUHPerdata, dimana penjual berkomitmen untuk menyerahkan barang dan pembeli untuk membayar harga. Dalam perjanjian ini, asas itikad baik sangat penting untuk menjamin kelancaran transaksi, menghindari wanprestasi, serta memastikan transparansi dan keadilan dalam pelaksanaannya. Namun, meskipun perjanjian sudah dilaksanakan dengan itikad baik oleh kedua pihak, terdapat situasi di mana perjanjian menjadi batal demi hukum, salah satunya terkait dengan status kepailitan objek perjanjian. Notaris, sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam membuat akta perjanjian, diharapkan bertindak dengan kehati-hatian, sesuai dengan undang-undang dan kode etik yang berlaku, jual beli aset oleh perusahaan yang terlibat dalam kepailitan menunjukkan adanya ketidakpastian hukum, dimana akta yang sah secara prosedural tetap dapat dibatalkan akibat status boedel pailit. Ketidak cocokan antara kewajiban Notaris dalam menjalankan asas kehati-hatian dan aturan hukum kepailitan ini menciptakan celah yang berisiko merugikan pihak-pihak yang telah bertindak dengan itikad baik, terutama Pihak Ketiga yang membeli aset tanpa mengetahui status hukum yang sebenarnya.
KEABSAHAN TINDAKAN DEBITUR DALAM MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM SEBELUM PUTUSAN PAILIT DALAM PERSPEKTIF KESEIMBANGAN HUKUM DAN KEPAILITAN Rusmaya, Elsinta; Sesung , Rusdianto; Rizkipratama, Febrian
Lentera: Multidisciplinary Studies Vol. 3 No. 4 (2025): Lentera: Multidisciplinary Studies
Publisher : Publikasiku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57096/lentera.v3i4.166

Abstract

Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua pihak atau lebih yang berisi komitmen untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan, yang bisa dibuat secara lisan maupun tertulis. Salah satu jenis perjanjian yang diatur dalam hukum adalah perjanjian jual beli, yang tercantum dalam Pasal 1457 KUHPerdata, dimana penjual berkomitmen untuk menyerahkan barang dan pembeli untuk membayar harga. Dalam perjanjian ini, asas itikad baik sangat penting untuk menjamin kelancaran transaksi, menghindari wanprestasi, serta memastikan transparansi dan keadilan dalam pelaksanaannya. Namun, meskipun perjanjian sudah dilaksanakan dengan itikad baik oleh kedua pihak, terdapat situasi di mana perjanjian menjadi batal demi hukum, salah satunya terkait dengan status kepailitan objek perjanjian. Notaris, sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam membuat akta perjanjian, diharapkan bertindak dengan kehati-hatian, sesuai dengan undang-undang dan kode etik yang berlaku, jual beli aset oleh perusahaan yang terlibat dalam kepailitan menunjukkan adanya ketidakpastian hukum, dimana akta yang sah secara prosedural tetap dapat dibatalkan akibat status boedel pailit. Ketidak cocokan antara kewajiban Notaris dalam menjalankan asas kehati-hatian dan aturan hukum kepailitan ini menciptakan celah yang berisiko merugikan pihak-pihak yang telah bertindak dengan itikad baik, terutama Pihak Ketiga yang membeli aset tanpa mengetahui status hukum yang sebenarnya.