Pada tahun 2011 Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara dengan angka fraktur tertinggi yaitu 1,3 juta orang per tahun dari total penduduk sekitar 238 juta jiwa dan fraktur ekstremitas bawah memiliki prevalensi tertinggi di antara jenis patah tulang lainnya yaitu sekitar 46,2%. Patah tulang pada lansia merupakan masalah kesehatan global yang terus bertambah. Setiap tahun terdapat lebih dari 300.000 orang lanjut usia (berusia >65) dirawat di rumah sakit karena patah tulang femur proksimal. Sulit bagi populasi lanjut usia untuk menjaga berat badan ideal, dan imobilitas menimbulkan risiko yang signifikan dan peningkatan morbiditas. Kelompok lanjut usia memiliki risiko patah tulang yang tinggi akibat proses penuaan yang kemudian dapat menyebabkan penurunan fungsi fisiologis tubuh, salah satunya adalah penurunan kepadatan dan kualitas tulang. Lansia juga memiliki risiko jatuh yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya patah tulang. Berat badan berlebih dapat menyebabkan densitas tulang menurun dan dapat menyebabkan pengeroposan pada tulang, dan kekuatan tekanan benturan meningkat ketika seseorang kelebihan berat badan sehingga meningkatkan kemungkinan fraktur. Berat badan rendah juga merupakan faktor risiko terjadinya fraktur femur proksimal pada lansia akibat penurunan kepadatan tulang, berkurangnya jaringan lunak dan kelemahan pada otot. Penelitian ini menyelidiki hubungan antara status gizi berdasarkan indeks massa tubuh dengan kejadian fraktur proksimal femur pada lansia. Sebanyak 185 data dianalisa dan hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara status gizi berdasarkan indeks massa tubuh dengan pasien lansia yang mengalami fraktur proksimal femur (p < 0,05).