Sengketa tanah di Desa Pantai Balai, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang mencerminkan ketidaksesuaian antara kenyataan di lapangan yaitu klaim kepemilikan atas tanah yang telah dibangun fasilitas umum, dengan kewajiban hukum untuk menjaga kepastian hak atas tanah dan tata kelola desa berdasarkan aturan adat dan hukum positif. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses penyelesaian sengketa tanah antara warga dan Kepala Desa melalui hukum adat, serta mengidentifikasi hambatan dan upaya yang dilakukan. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris dan bersifat deskriptif. Data diperoleh melalui wawancara dengan aparat desa, tokoh masyarakat, dan warga, serta ditunjang oleh peraturan dan literatur hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian dilakukan secara musyawarah adat oleh MDSK, Kepala Desa, dan tokoh masyarakat, mengacu pada Qanun Aceh Nomor 9 dan 10 Tahun 2008. Kendala utama adalah sikap bersikukuh pihak bersengketa dan kurangnya pemahaman aparat desa, namun penyelesaian berhasil melalui pemberian kompensasi. Kebaruan dari penelitian ini adalah penekanan pada efektivitas peradilan adat dalam menyelesaikan konflik pertanahan berbasis kearifan lokal dan pentingnya penguatan legalitas bukti kepemilikan. Disarankan agar desa dan lembaga adat memperkuat kapasitas kelembagaan, menjamin kehadiran pihak sengketa, dan menegaskan status hukum tanah fasilitas umum secara sistematis dan berbasis hukum.