The Old Town of Tangerang area is known for its Chinese Ethnic Settlement, commonly referred to as Chinatown, which has integrated with the local community. This is evidenced by the strong Benteng Community, cultural heritage, and the Kali Pasir mosque with distinctive Chinese characteristics. Unfortunately, the Tangerang City Government has yet to establish a Cultural Heritage Regulation, leading to the gradual fading of historical and cultural sites in the Old Town of Tangerang over time. The Tangerang City Government is currently making efforts to revitalize and focus on developing the old town area into a culinary center and traditional market to attract foreign tourists. The development of the area stimulates Chinatown to become more modern, especially with the emergence of modern eateries using shophouses with Chinese characteristics adapted to modern shophouse designs. Buildings that do not follow this trend are either repurposed or abandoned by their owners. The aim of this research is to explore the potential to enhance the sense of place in the Old Town of Tangerang. The method used is qualitative, gathering supporting data and conducting observations of the Old Town of Tangerang area, which are then identified using the sense of place elements theory by John Montgomery and John Punter. The research results indicate that the integration of the Cina Benteng culture not only enriches the cultural diversity of Old Town Tangerang but also strengthens the identity and solidarity among the local community. Keywords: chinatown; Chinese; culture; identity Abstrak Kawasan Kota Lama Tangerang dikenal dengan kawasan Perkampungan Etnis Tionghoa atau lebih dikenal dengan pecinan yang sudah melebur dengan masyarakat lokal. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan Komunitas Benteng yang kuat, warisan budaya, dan bangunan Masjid Kali Pasir berciri khas Tionghoa. Sangat disayangkan Pemerintah Kota Tangerang hingga saat ini tidak memiliki Perda Cagar Budaya sehingga seiring berjalannya waktu situs-situs bersejarah dan kebudayaan kawasan Kota Lama Tangerang mulai memudar. Pemerintah Kota Tangerang kini tengah berupaya untuk menata ulang dan memfokuskan perkembangan kawasan kota lama menjadi kawasan pusat kuliner dan pasar tradisional dengan meningkatkan minat para wisatawan asing. Pengembangan kawasan menstimulus kawasan pecinan menjadi lebih modern, terutama dengan munculnya tempat makan modern yang menggunakan bangunan ruko berciri Tionghoa diadaptasi mengikuti desain bangunan ruko modern dan bangunan yang tidak mengikuti perkembangan menjadi dialihfungsikan atau terbengkalai ditinggalkan pemiliknya. Tujuan dari penelitian untuk melihat potensi yang ada dalam upaya untuk meningkatkan sense of place dikawasan Kota Lama Tangerang Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan mengumpulkan data-data pendukung serta melakukan observasi terhadap kawasan Kota Lama Tangerang yang kemudian diidentifikasi menggunakan teori John Montgomery dan John Punter mengenai elemen sense of place. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggabungan budaya Cina Benteng tidak hanya menambah kekayaan keragaman budaya di Kota Lama Tangerang, tetapi juga menjadi potensi dalam memperkuat identitas dan solidaritas di antara masyarakat setempat.