Dharmawan, IGB Adi
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

VISUAL HALLUCINATION POST CORONARY ARTERY BYPASS GRAFTING : A CASE REPORT Dharmawan, IGB Adi; Parami, Pontisomaya; Sinardja, Cynthia Dewi
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 2 (2025): AGUSTUS 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i2.45518

Abstract

Halusinasi visual merupakan komplikasi neuropsikiatri yang jarang namun penting setelah tindakan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG). Halusinasi ini sering dikaitkan dengan delirium, namun beberapa pasien mengalaminya secara mandiri, sehingga menimbulkan tantangan dalam diagnosis dan penanganan. Kami melaporkan kasus seorang pria berusia 63 tahun dengan penyakit arteri koroner multipembuluh dan syok kardiogenik yang menjalani CABG mendesak tanpa penggunaan mesin jantung-paru (off-pump). Setelah operasi, dalam kondisi hemodinamik stabil dan tanpa gangguan metabolik, pasien mengalami halusinasi visual kompleks yang muncul hanya saat mata tertutup. Halusinasi yang dialaminya berupa bayangan seekor anjing, bayangan hitam besar, dan pemandangan kampung halaman yang familiar. Tidak ditemukan tanda-tanda delirium berdasarkan penilaian menggunakan Delirium Symptom Interview (DSI) dan Confusion Assessment Method (CAM). Penanganan suportif serta pemberian haloperidol dosis rendah berhasil meredakan gejala dalam waktu 24 jam tanpa kekambuhan. Kasus ini menyoroti bentuk halusinasi visual yang jarang, yakni halusinasi saat mata tertutup, setelah CABG off-pump, yang berbeda dari halusinasi dengan mata terbuka yang lebih umum dilaporkan. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa insiden halusinasi visual pascaoperasi jantung berkisar antara 11% hingga 58%, dengan sirkulasi ekstrakorporeal (penggunaan mesin jantung-paru) diduga sebagai faktor risiko. Namun, kasus ini menantang anggapan tersebut. Fenomena ini memiliki kemiripan dengan Charles Bonnet Syndrome, yaitu kondisi di mana deprivasi visual memicu munculnya halusinasi spontan di korteks asosiasi visual. Halusinasi visual ternyata dapat terjadi bahkan pada pasien CABG off-pump tanpa delirium atau defisit neurologis. Mengenali fenomena ini sangat penting untuk mencegah misdiagnosis dan intervensi yang tidak perlu. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami patofisiologi dan faktor risiko yang mendasarinya.
EPIDURAL BUPIVACAINE 0,25% MENURUNKAN KONSUMSI OPIOID PADA PASIEN PEDIATRI DENGAN WILMS TUMOR YANG MENJALANI NEFREKTOMI RADIKAL PER LAPAROSKOPI : SEBUAH LAPORAN KASUS Dharmawan, IGB Adi; Putra, Kadek Agus Heryana; Ratumasa, Marilaeta Cindryani Ra
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 2 (2025): AGUSTUS 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i2.45654

Abstract

Wilms Tumor (WT) merupakan tumor ginjal ganas tersering pada anak, dengan prevalensi 2-6% dari kasus keganasan anak. Pendekatan minimal invasif dengan laparoskopi menjadi pilihan terapi. Penggunaan anestesi epidural dengan bupivacaine menjadi salah satu pilihan manajemen nyeri multimodal yang dapat meningkatkan kenyamanan, menstabilkan hemodinamik, serta menurunkan kebutuhan opioid. Kami melaporkan kasus anak perempuan 5 tahun dengan massa ginjal kiri sesuai WT yang telah mendapat 12 seri kemoterapi. Pasien menjalani nefrektomi radikal per laparoskopi dengan anestesi umum kombinasi analgesia epidural. Induksi menggunakan sevoflurane, fentanyl, atracurium, dan pemeliharaan dengan sevoflurane 2-2,5%. Kateter epidural dipasang dengan bupivacaine 0,25% untuk analgesia perioperatif. Operasi dikonversi menjadi laparotomi terbuka karena adhesi dan hematoma renal. Hemodinamik tetap stabil selama 8 jam operasi, dengan perdarahan 200 ml. Nyeri pascaoperasi dikelola dengan bupivacaine 0,1% + morfin epidural dan parasetamol. Penggunaan anestesi epidural bupivacaine 0,25% memberikan stabilitas hemodinamik selama operasi. Analgesia epidural multimodal dengan morfin memperpanjang efek analgesik pascaoperasi, mengurangi kebutuhan opioid sistemik, mempercepat ekstubasi dan pemulihan. Pemantauan ketat di PICU diperlukan untuk mendeteksi komplikasi. Penggunaan anestesi epidural sebagai modalitas tambahan pada nefrektomi Wilms Tumor efektif menstabilkan hemodinamik intraoperatif, mengoptimalkan kontrol nyeri pascaoperasi, serta mendukung pemulihan pasien yang lebih cepat dan nyaman.