Transaksi jual beli tanah merupakan salah satu bentuk pengalihan hak atas tanah yang memiliki implikasi hukum signifikan. Berdasarkan peraturan yang berlaku, transaksi ini harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) agar memiliki kekuatan hukum yang sah dan dapat didaftarkan secara resmi. Namun, dalam praktiknya, masih banyak transaksi tanah yang dilakukan tanpa keterlibatan PPAT, terutama di daerah terpencil atau dalam lingkungan masyarakat yang masih mengandalkan hukum adat. Fenomena ini menimbulkan berbagai permasalahan hukum, seperti ketidakpastian status kepemilikan, potensi sengketa, serta kesulitan dalam proses pendaftaran hak atas tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keabsahan transaksi jual beli tanah tanpa PPAT serta dampak hukumnya bagi para pihak yang terlibat. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundangundangan, konseptual, dan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, transaksi jual beli tanah tanpa akta PPAT tidak dapat didaftarkan, sehingga tanah tetap tercatat atas nama pemilik sebelumnya dan pembeli tidak memperoleh perlindungan hukum yang memadai. Penelitian ini menegaskan pentingnya peran PPAT dalam menjamin kepastian hukum dalam jual beli tanah. Diperlukan sosialisasi lebih lanjut kepada masyarakat mengenai urgensi pembuatan akta jual beli yang sah serta peningkatan aksesibilitas layanan PPAT, terutama di daerah terpencil. Dengan demikian, risiko hukum akibat transaksi informal dapat diminimalkan, sehingga perlindungan hak atas tanah dapat lebih terjamin. Meskipun demikian, terdapat pengecualian dalam keadaan tertentu, di mana Camat dapat bertindak sebagai PPAT sementara untuk mempermudah proses jual beli tanah di daerah yang belum memiliki PPAT. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pengaturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan demikian, meskipun transaksi jual beli tanah tanpa PPAT pada umumnya tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat, terdapat kondisi tertentu yang memungkinkan transaksi tersebut diakui secara hukum.