Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Kedudukan Surat Edaran Mahkamah Agung Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ulan, Sri; Ansorullah
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 5 No. 2 (2025): Journal of Constitusional Law
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/limbago.v5i2.44994

Abstract

Sebuah sistem hukum yang berjenjang dan saling bersinergi satu sama lain, dimana peraturan yang lebih rendah tidak boleh mengandung muatan yang menyalahi peraturan di atasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan Surat Edaran Mahkamah Agung dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan adanya SEMA yang menganulir atau bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang yang lebih tinggi. Fokus pada penelitian ini adalah untuk menjawab dua rumusan masalah utama, yaitu bagaimana kedudukan Surat Edaran Mahkamah Agung yang menganulir atau bertentangan dengan Undang-Undang dan apa implikasi dari diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung yang menganulir keberlakuan undang-undang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif, yaitu dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang ada, serta berbagai literatur hukum terkait untuk memahami kedudukan SEMA dalam sistem hukum Indonesia. Penelitian ini juga mengeksplorasi doktrin hukum, yurisprudensi, dan pendapat ahli yang relevan dengan kedudukan SEMA, serta bagaimana penerapannya di lapangan oleh badan peradilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Surat Edaran Mahkamah Agung tidak memiliki kekuatan hukum untuk menganulir atau bertentangan dengan Undang-Undang, karena dalam hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia, Undang-Undang berada pada posisi yang lebih tinggi dan lebih mengikat daripada SEMA. Implikasi dari penerbitan SEMA yang berpotensi menganulir ketentuan Undang-Undang adalah adanya potensi ketidakpastian hukum dan penurunan kredibilitas sistem peradilan, karena masyarakat dan pihak yang terlibat dalam proses hukum dapat merasa kebingungannya terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung. Oleh karena itu, SEMA seharusnya hanya berfungsi sebagai pedoman atau klarifikasi teknis dalam pelaksanaan Undang-Undang dan bukan sebagai instrumen yang dapat mengubah atau membatalkan ketentuan yang lebih tinggi.