Penelitian ini didasarkan pada adanya kesenjangan antara idealisme pendidikan Islam yang berfokus pada pembentukan karakter moral dan kenyataan pendidikan modern yang lebih sering menekankan aspek kognitif. Di era Pendidikan Islam 5.0, teknologi dan kecerdasan buatan atau artificial intellegence (AI) menjadi elemen kunci dalam proses pembelajaran, namun seringkali mengesampingkan aspek pembentukan moral dan karakter. Secara ideal, pendidikan Islam seharusnya mampu menggabungkan teknologi dengan nilai-nilai spiritual dan moral yang diajarkan oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina. Namun, pada praktiknya, moralitas sering diabaikan dalam evaluasi pendidikan, yang berdampak pada dekadensi moral dan kurangnya kesiapan siswa menghadapi era digital. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi perbedaan dan keselarasan epistemologi Al-Farabi dan Ibnu Sina dalam konteks Pendidikan Islam 5.0, khususnya dalam pembentukan karakter dan pengembangan keterampilan. Melalui metode kualitatif dengan studi kepustakaan, penelitian ini mengungkap bahwa Al-Farabi menekankan pendidikan sebagai alat kontribusi sosial, sedangkan Ibnu Sina lebih fokus pada pembentukan keterampilan kerja yang dibangun atas dasar moralitas. Sinergitas antara konsep epistemologi kedua filsuf ini dalam mendukung Pendidikan Islam 5.0 adalah pada tujuan pendidikan Islam yang mengarah pada pengembangan peserta didik secara fisik, intelektual, moral, karakter, dan keterampilan. Adapun konsep pembentukan karakter dan moralitas menurut Al-Farabi dan Ibnu Sina yang dapat diadaptasikan ke dalam pendidikan Islam 5.0 yang didominasi oleh teknologi dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) adalah dengan mengembangkan metode pengajaran berbasis teknologi digital yang tetap menanamkan nilai-nilai moral.