Haryanto, Fahrani Almira Rizkya
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PERBANDINGAN SIKAP BAHASA ATLET BULUTANGKIS DALAM KOMPETISI PURWOKERTO DAN BANDUNG (OPEN TINGKAT NASIONAL 2024) Haryanto, Fahrani Almira Rizkya; Muharudin, Eko; Sukirno, Sukirno; Suroso, Eko
TEACHING : Jurnal Inovasi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Vol. 5 No. 2 (2025)
Publisher : Pusat Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51878/teaching.v5i2.5987

Abstract

The phenomenon of language attitudes shown by Bandung athletes in badminton competitions is more positive than Purwokerto athletes. However, this statement is certainly still an assumption, which requires empirical study. Therefore, the study aims to elaborate on the comparison of the language attitudes of Purwokerto and Bandung athletes in Badminton competitions. The problem that arises is the comparison of what kind of language attitudes are contained in the speech of Purwokerto and Bandung athletes. This research was conducted using qualitative. The relevant theory to use is the theory of Garvin and Mathiot. The approach used is sociolinguistic. The data of this study is in the form of speech with the data source in the form of the results of recordings and observations. The data collection techniques used in this study are tapping techniques and recording techniques. Meanwhile, the data analysis technique used is an extralingual matching method including stages 1) reduced data collection in the context of data availability, 2) identification of data in accordance with the focus of the research. The results of the study showed that there was a difference in language attitudes between Purwokerto and Bandung athletes, (1) the language attitudes shown by Purwokerto athletes were more positive because they tended to speech that referred to loyalty and awareness of language norms, while the results of the data (2) Bandung athletes showed a positive attitude in the form of language pride. The implications of this research can be an opportunity for the study of language in the field of sociolinguistics by involving cultural and diverse backgrounds, as well as the defense of language attitudes as an appropriate alternative to improve communication varied with the characteristics of the region between coaches and athletes. ABSTRAK Fenomena sikap bahasa yang ditunjukkan oleh atlet Bandung dalam kompetisi Bulu tangkis, lebih positif daripada atlet Purwokerto. Namun, pernyataan ini tentu masih menjadi asumsi, yang memerlukan pengkajian empirik. Oleh karena itu, Penelitian bertujuan untuk menguraikan perbandingan sikap bahasa atlet Purwokerto dan Bandung dalam kompetisi Bulu tangkis. Permasalahan yang muncul adalah perbandingan sikap bahasa seperti apa yang terdapat dalam tuturan atlet Purwokerto dan Bandung. Penelitian ini dilakukan menggunakan kualitatif. Teori yang relevan untuk digunakan yaitu teori dari Garvin dan Mathiot. Pendekatan yang dipakai adalah sosiolinguistik. Data penelitian ini berupa tuturan dengan sumber datanya adalah berupa hasil dokumentasi rekaman dan observasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian ini adalah teknik sadap dan teknik rekam. Sementara itu, teknik analisis data yang digunakan adalah metode padan ekstralingual meliputi tahapan 1) pengumpulan data yang direduksi dalam konteks ketersediaan data, 2) pengidentifikasian data sesuai dengan fokus penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sikap bahasa antara atlet Purwokerto dan Bandung, (1) sikap bahasa yang ditunjukkan oleh atlet Purwokerto lebih positif karena cenderung pada tuturan yang merujuk pada kesetiaan dan kesadaran adanya norma bahasa, sementara hasil data (2) atlet Bandung sikap bahasa yang ditunjukkan adalah sikap positif berupa kebanggaan bahasa. Implikasi penelitian ini dapat menjadi peluang untuk pengkajian bahasa dalam bidang sosiolinguistik dengan melibatkan latar budaya dan beragam, juga pemertahanan sikap bahasa sebagai alternatif yang tepat untuk meningkatkan komunikasi bervariasi dengan ciri khas daerahnya antara pelatih dan atlet.
BAHASA TRAUMA: PADA KEHIDUPAN MIRIS FAREL PRAYOGA DALAM PODCAST DENNY SUMARGO UNGGAHAN YOUTUBE JULI 2025 Haryanto, Fahrani Almira Rizkya; Suroso, Eko
PAEDAGOGY : Jurnal Ilmu Pendidikan dan Psikologi Vol. 5 No. 3 (2025)
Publisher : Pusat Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Indonesia (P4I)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51878/paedagogy.v5i3.7585

Abstract

The phenomenon of psychological trauma revealed through language is an important issue in modern psycholinguistic studies. Language not only serves as a means of communication, but also as a container of inner expression that reflects emotional wounds and the process of self-healing. This research is motivated by the phenomenon of Farel Prayoga's speech in the podcast Curhat Bang Denny Sumargo, which shows typical linguistic symptoms of trauma such as interrupted speech, euphemisms, and changes in intonation and facial expressions. This case shows how traumatic experiences can affect language systems and become a form of unconventional emotional communication. This study aims to describe the forms of trauma language that appear in Farel Prayoga's speech, analyze its relationship with the speaker's psychological condition, and interpret the role of language as a means of self-reconstruction and trauma recovery. The method used is qualitative descriptive with a narrative psycholinguistic approach, using Cathy Caruth's narrative trauma theory as an analytical framework. Data were collected through Miles and Huberman's observation, transcription, and interactive analysis, taking into account verbal (sentence structure, word choice, prosody) and nonverbal (facial expressions, gestures, intonation) aspects. The results of the study showed that trauma is manifested through fragmentary linguistic patterns, word repetition, and procedural irregularities that indicate emotional burden. The choice of euphemisms and long pauses becomes a self-defense mechanism, while body gestures and facial expressions reinforce indications of trauma that have not been fully integrated in consciousness. Language in this context not only represents wounds, but also becomes a therapeutic space (healing discourse) in which individuals try to rearrange the meaning of their lives. Theoretically, this research expands the study of psycholinguistics by integrating the concept of narrative trauma in the context of digital communication. Practically, these findings have implications for the development of narrative therapy, language education, and emotional literacy in society. In conclusion, language is not just a cognitive action, but a therapeutic process that allows humans to face, process, and heal trauma through the power of speech. ABSTRAK Fenomena trauma psikologis yang diungkap melalui bahasa menjadi isu penting dalam kajian psikolinguistik modern. Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai wadah ekspresi batin yang mencerminkan luka emosional dan proses penyembuhan diri. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena tuturan Farel Prayoga dalam podcast Curhat Bang Denny Sumargo, yang memperlihatkan gejala linguistik khas trauma seperti tuturan terputus, eufemisme, serta perubahan intonasi dan ekspresi wajah. Kasus ini menunjukkan bagaimana pengalaman traumatik dapat memengaruhi sistem bahasa dan menjadi bentuk komunikasi emosional nonkonvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk bahasa trauma yang muncul dalam tuturan Farel Prayoga, menganalisis kaitannya dengan kondisi psikologis penutur, serta menafsirkan peran bahasa sebagai sarana rekonstruksi diri dan pemulihan trauma. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan psikolinguistik naratif, menggunakan teori trauma naratif Cathy Caruth sebagai kerangka analisis. Data dikumpulkan melalui observasi, transkripsi, dan analisis interaktif Miles dan Huberman, dengan mempertimbangkan aspek verbal (struktur kalimat, pilihan kata, prosodi) dan nonverbal (mimik wajah, gestur, intonasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa trauma terwujud melalui pola linguistik yang fragmentaris, pengulangan kata, serta ketidakteraturan prosodi yang menandakan beban emosional. Pilihan eufemisme dan jeda panjang menjadi mekanisme pertahanan diri, sementara gestur tubuh dan ekspresi wajah memperkuat indikasi trauma yang belum terintegrasi secara utuh dalam kesadaran. Bahasa dalam konteks ini tidak hanya merepresentasikan luka, tetapi juga menjadi ruang terapeutik (healing discourse) di mana individu berusaha menata kembali makna hidupnya. Secara teori, penelitian ini memperluas kajian psikolinguistik dengan mengintegrasikan konsep trauma naratif dalam konteks komunikasi digital. Secara praktis, temuan ini memberikan implikasi bagi pengembangan terapi naratif, pendidikan bahasa, dan literasi emosional di masyarakat. Kesimpulannya, berbahasa bukan sekadar tindakan kognitif, melainkan proses terapeutik yang memungkinkan manusia menghadapi, mengolah, dan menyembuhkan trauma melalui kekuatan tutur.