Penelitian ini membahas perlindungan hukum bagi perempuan korban kejahatan Artificial Intelligence (AI) deepfake berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Kejahatan AI deepfake merupakan bentuk eksploitasi digital yang semakin berkembang, di mana wajah korban dimanipulasi menggunakan teknologi kecerdasan buatan untuk menghasilkan konten yang bersifat merugikan, terutama dalam bentuk pornografi. Meskipun UU TPKS telah memberikan perlindungan bagi korban kekerasan seksual berbasis elektronik, regulasi yang mengatur secara spesifik mengenai AI deepfake masih belum tersedia. Kekosongan hukum ini menyulitkan penegakan hukum, terutama dalam menentukan pasal yang dapat menjerat pelaku serta mekanisme pemulihan bagi korban. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual untuk menganalisis perlindungan hukum yang diberikan oleh UU TPKS, UU ITE, dan UU Pornografi terhadap korban AI deepfake. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun telah terdapat regulasi terkait kekerasan seksual digital, masih diperlukan pembaruan hukum yang lebih spesifik serta harmonisasi antar undang-undang untuk menangani kejahatan AI deepfake secara lebih efektif. Selain itu, diperlukan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam memahami teknologi ini guna menjamin perlindungan hukum yang optimal bagi korban.