Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Analisis Kasus Praktek Monopoli Terhadap Pelayanan Jasa Bongkar Muat Petikemas Disebabkan Kebijakan Stack 100% (Studi Putusan Nomor 1344 K/Pdt.Sus-KPPU/2020) Ongso, Seselia; Santoso, Sugeng; Maheswari, A. Hasnanda Sakina
Jurnal sosial dan sains Vol. 5 No. 6 (2025): Jurnal Sosial dan Sains
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59188/jurnalsosains.v5i6.32222

Abstract

Dalam menjalankan kegiatan usaha, terdapat potensi timbulnya praktik monopoli serta kompetisi yang tidak baik. Sebagai negara hukum, Indonesia telah menetapkan perlindungan hukum bagi seluruh pelaku usaha dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Salah satu kasus yang diduga mengandung unsur praktik monopoli adalah perkara yang melibatkan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero)/PT Pelindo III, yang diartikan sebagai BUMN. Berdasarkan Putusan KPPU, perusahaan tersebut dinyatakan melanggar ketentuan Pasal 17 ayat (1) dan (2) huruf b dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 karena menerapkan kebijakan wajib stack 100% dalam operasionalnya. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini ialah studi pustaka, yang memanfaatkan teori-teori relevan dengan menitikberatkan pada kebijakan wajib stack 100% oleh PT Pelindo III, serta melakukan analisis terhadap konsep dan teori yang ditemukan dalam berbagai literatur, terutama artikel jurnal ilmiah. Temuan dari penelitian pertama menunjukkan bahwa penerapan sistem wajib stack 100% di Pelabuhan L. Say Maumere dikategorikan sebagai bentuk praktik monopoli. Ketidakadilan yang dirasakan oleh PT Pelindo III menjadi dasar pengajuan keberatan terhadap putusan tersebut, dan dalam proses hukum di Pengadilan Negeri Surabaya ditemukan bahwa PT Pelindo III tidak terbukti melakukan praktik monopoli karena KPPU dianggap mengesampingkan Pasal 50 huruf a dan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999, serta mengabaikan fakta bahwa PT Pelindo III sebagai BUMN memiliki hak monopoli (monopoly by law). Sementara itu, hasil dari penelitian kedua menunjukkan bahwa hakim sebagai aparat penegak hukum memiliki kewajiban untuk menjunjung tinggi prinsip keadilan. Putusan Pengadilan Negeri Surabaya merefleksikan bahwa KPPU tidak sepenuhnya menjalankan fungsi hukumnya dengan tepat, yang kemudian menyebabkan batalnya dugaan praktik monopoli tersebut. Refleksi terhadap prinsip keadilan semakin diperkuat oleh Putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi dari KPPU dan mengukuhkan putusan dari Pengadilan Negeri Surabaya
PEMBUKTIAN TERHADAP PENIPUAN ONLINE BERKEDOK ASMARA MENURUT UU ITE Rusdinah, Rusdinah; Ongso, Seselia; Winardi, Andy; Banke , Ricky
Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia Vol. 3 No. 11 (2023): Cerdika : Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/cerdika.v3i11.723

Abstract

Hukum pembuktian sendiri terkait dengan hak-hak terdakwa dalam sistem peradilan pidana, seperti hak untuk berdiam diri atau hak mendapat pembelaan yang layak. Hukum pembuktian memastikan dalam prosesnya peradilan pidana adil dan bahwa terdakwa memiliki hak-hak yang dilindungi dalam proses pengadilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembuktian terhadap penipuan online berkedok asmara sesuai dengan UU ITE. Metode penelitian yang diterapkan adalah jenis penelitian kepustakaan, di mana sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang telah ada dalam bentuk dokumen-dokumen. Sumber data utama adalah jurnal ilmiah yang terkait dengan penipuan online berkedok asmara yang ditemukan secara online. Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah dengan majunya perkembangan zaman, tindak pidana penipuan online berkedok asmara sudah bisa dihukum. Dan yang bisa dan berkompeten dalam mencari barang bukti tersebut merupakan polisi virtual sesuai Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruangan Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. Kesimpulan yang didapat adalah dengan seiring berkembangnya globalisasi teknologi, tidak sedikit orang memanfaatkan media sosial menggunakan citra palsu, identitas palsu, sampai banyak korban yang merasakan kerugian baik secara finansial sampai fisik ataupun jasmani mereka.
Case Analysis of Forced Seizure of Fiduciary Collateral Due to Non-Performing Loan Financing (Case Study of Decision Number 36/Pdt.G.S/2023/PN Pdg) Ongso, Seselia
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 6 No. 3 (2025): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jiss.v6i3.1675

Abstract

Financial institutions are entities that aim to provide financial facilities to the public whose basic purpose is to raise funds and channel them into loans or credit, because financial institutions need legal certainty, then the Fiduciary Guarantee is present. This study aims to determine the legal protection obtained by debtors and creditors in the forced takeover of Fiduciary Guarantee Objects for bad credit financing and to understand the judge's consideration in realizing legal protection and justice in Decision Number 36/Pdt.G.S/2023/PN Pdg. The research method used in this research uses normative legal research methods which are studied using primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of the research and analysis obtained in the first study are that the agreement made by the debtor and creditor will create an obligation that must be fulfilled. If one of the parties is unable to fulfill it, it will be declared a default. The definition of default has been explained in 1243 KUHPer and is again discussed in the Fiduciary Guarantee Law. However, in the Law there is a vague understanding of default and the power of execution of the Fiduciary Guarantee Object. Because, the Fiduciary Guarantee Object can only be executed if there is an act of default and the act must be contained in the agreement. Thus, if the Fiduciary Guarantee Object is executed without explaining the understanding of default and executorial power in the agreement, then the execution will be classified as an act of forced takeover. The second research result is that PT Maybank is prosecuted and punished for the forced takeover of the Fiduciary Guarantee Object and unlawful acts against the Guarantee Object belonging to Yurneli Darti and Dwiki Maulana due to bad credit financing. Where, the consideration of the Panel of Judges is based on the Constitutional Court Decision Number 18 / PUU-XVII / 2019 which indirectly weakens the creditor's right to execute the Fiduciary Guarantee Object.