Sharia law exists to facilitate human life in general. And the judge or lawmaker is essentially Allah subhanahu wa ta’ala who is the most perfect lawgiver. The classification of Syara’ law according to the number of scholars, especially fiqh experts, divides it into two parts, namely taklifi law and wadh’i law. Taklifi law means orders to act, leave, and choices which are divided into five parts, namely there is consent, nadb, tahrim, karahah and ibahah. Then the wadh’i law is an act that can be a cause, condition, or barrier to the occurrence of a legal action. Although some scholars classify wadh’i law into five parts, namely there are azimah and rukhsah as well as valid and invalid. The research methodology used in this paper is library research which explores and comprehensively examines the classification of Syara’ law, which will then show the basic linkages and differences between the two. Abstrak: Hukum syara’ hadir untuk mempermudah kehidupan manusia pada umumnya. Dan hakim atau pembuat hukum secara hakikat adalah Allah subhanahu wa ta’ala yang merupakan law giver Maha Sempurna. Klasifikasi hukum syara’ menurut jumhur ulama, khususnya para ahli fiqh membaginya ke dalam dua bagian, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi berarti perintah untuk berbuat, meninggalkan dan pilihan yang terbagi ke dalam lima bagian yaitu ada ijab, nadb, tahrim, karahah dan ibahah. Kemudian hukum wadh’i adalah suatu perbuatan yang bisa menjadi sebab, syarat, hingga penghalang terjadinya suatu perbuatan hukum. Mekipun ada beberapa ulama yang mengklasifikasikan hukum wadh’i ke dalam lima bagian, yaitu ada ‘azimah dan rukhsah serta sah dan batal. Metodologi penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah penelitian kepustakaan yang mengupas dan menelaah secara komprehensif klasifikasi hukum syara’ yang selanjutnya akan terlihat keterkaitan dan perbedaan yang mendasar pada keduanya. Kata Kunci: Hukum Syariah, Klasifikasi Hukum Syariah, Hukum Taklifi, Hukum Wadh’i