Abstract - The Maiyah community initiated by Emha Ainun Nadjib, better known as Cak Nun, emphasizes the concept of Sinau Bareng as a form of shared learning that includes cultural, spiritual and intellectual aspects. This research aims to identify the cultural and ideological identity of the Maiyah community, explore this subculture's role in shaping its members' spiritual and social understanding, and examine the social interaction model applied in the community. Using a descriptive qualitative method, this research goes in-depth into the formation and development process of the Maiyah community. The results show that Maiyah is a discussion forum and a movement that encourages togetherness, openness and love of knowledge. The values of tolerance, pluralism and nationalism applied in this community strengthen social cohesion between members and create space for cross-cultural dialog. Through Roland Barthes' semiotic approach, it is revealed that elements in Maiyah, such as Kiai Kanjeng's music, the community's visual identity such as peci and white shirts, have connotative meanings that depict social alternative education relevant to the context of Indonesian society.Abstrak — Komunitas Maiyah yang diinisiasi oleh Emha Ainun Nadjib, atau yang lebih dikenal sebagai Cak Nun, menekankan pada konsep Sinau Bareng sebagai bentuk pembelajaran bersama yang mencakup aspek budaya, spiritual dan intelektual. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi identitas kultural dan ideologis komunitas Maiyah, mengeksplorasi peran subkultur ini dalam membentuk pemahaman spiritual dan sosial anggotanya, serta mengkaji model interaksi sosial yang diterapkan dalam komunitas. Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, penelitian ini mendalam pada proses pembentukan dan perkembangan komunitas Maiyah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Maiyah tidak hanya merupakan forum diskusi tetapi juga sebuah gerakan yang mendorong kebersamaan, keterbukaan dan cinta ilmu. Nilai-nilai toleransi, pluralisme, dan nasionalisme yang diterapkan dalam komunitas ini memperkuat kohesi sosial antara anggota dan menciptakan ruang untuk dialog lintas budaya. Melalui pendekatan semiotika Roland Barthes, terungkap bahwa elemen-elemen dalam Maiyah, seperti musik Kiai Kanjeng, identitas visual komunitas seperti peci dan baju putih, memiliki makna konotatif yang menggambarkan pendidikan alternatif sosial yang relevan dengan konteks masyarakat Indonesia.