Butarbutar, Jonner Marulitua
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Revolusi Digital dan Tantangan Kriminologis: Analisis terhadap Tren Kriminalitas dalam Era Digitalisasi Butarbutar, Jonner Marulitua
Media Hukum Indonesia (MHI) Vol 3, No 2 (2025): June
Publisher : Penerbit Yayasan Daarul Huda Kruengmane

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.15493512

Abstract

Purpose: This study aims to analyse the impact of the digital revolution on the emergence and transformation of criminal behaviours. It focuses on understanding how digitalization has influenced the nature, method, and scope of crimes, particularly in the context of cybercrime, digital fraud, data exploitation, and hacking. Research Methodology: The research adopts a qualitative approach, utilizing literature review and theoretical analysis. Various contemporary criminological theories are employed to interpret the changing patterns of criminality in the digital era. Results: The study reveals that the digital revolution has significantly altered criminal behaviour. New types of crimes have emerged, characterized by their transnational nature, anonymity, and reliance on technological tools. These developments challenge traditional law enforcement mechanisms and demand updated frameworks for crime prevention and investigation. Conclusion: The evolution of crime in the digital age necessitates urgent reforms in legal, regulatory, and security systems. Traditional approaches are no longer sufficient to address the complexities of digital crime. A multidisciplinary and adaptive response is crucial. Limitations: This study is limited by its reliance on secondary data and theoretical frameworks. Further empirical research is needed to validate the findings and explore region-specific crime patterns in more detail. Contribution: The study provides a conceptual foundation for policymakers and legal practitioners to develop technology-based, forward-looking criminal justice policies. It also contributes to the academic discourse on the intersection between digital transformation and criminology.
Analisis Yuridis terhadap Kasus Fitnah Pornografi: Studi Kasus Permohonan Pelindungan Hukum oleh Suhari Butarbutar, Jonner Marulitua; Yusuf, Hudi
Media Hukum Indonesia (MHI) Vol 3, No 3 (2025): September
Publisher : Penerbit Yayasan Daarul Huda Kruengmane

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kasus fitnah yang dialami oleh Suhari menjadi salah satu contoh nyata betapa pesatnya perkembangan teknologi digital dapat disalahgunakan untuk tujuan yang merugikan individu, khususnya dalam bentuk pencemaran nama baik melalui tuduhan keterlibatan dalam konten pornografi. Penyebaran konten palsu yang diklaim sebagai milik pribadi Suhari melalui media sosial tidak hanya berdampak pada rusaknya reputasi dan nama baik, tetapi juga membawa konsekuensi psikologis, sosial, serta ekonomi bagi korban. Dalam konteks hukum, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta ketentuan pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), terutama yang berkaitan dengan fitnah dan pencemaran nama baik. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara komprehensif kasus Suhari dengan memaparkan rangkaian kronologi kejadian, menganalisis aspek yuridis yang relevan, serta menelaah bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada korban kejahatan digital seperti ini. Penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif melalui studi pustaka dan analisis regulasi hukum positif yang berlaku di Indonesia. Temuan menunjukkan bahwa upaya hukum yang dilakukan Suhari, berupa pelaporan ke kepolisian, permohonan bantuan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH), serta permintaan pelindungan ke Komnas HAM, merupakan langkah yang tepat dalam menuntut keadilan dan rehabilitasi nama baik. Namun demikian, kasus ini juga mengungkap adanya tantangan dalam penegakan hukum di ranah digital, termasuk lambannya proses identifikasi pelaku dan belum optimalnya regulasi dalam mengantisipasi manipulasi digital seperti deepfake. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan dalam sistem hukum serta edukasi publik mengenai pentingnya etika digital. Kesimpulan dari kajian ini adalah bahwa perlindungan terhadap martabat dan privasi individu harus menjadi prioritas dalam penegakan hukum, khususnya dalam menghadapi kejahatan berbasis media daring.
Penerapan Aturan Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Trotoar Jakarta: Antara Ketertiban Umum dan Korban Sosial Butarbutar, Jonner Marulitua; Yusuf, Hudi
Media Hukum Indonesia (MHI) Vol 3, No 3 (2025): September
Publisher : Penerbit Yayasan Daarul Huda Kruengmane

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memberlakukan aturan yang melarang aktivitas berdagang di atas trotoar sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan ketertiban umum, kenyamanan pejalan kaki, dan keindahan kota. Kebijakan ini secara hukum sah, karena didasarkan pada Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum. Namun, dalam praktiknya, penerapan aturan tersebut menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan, terutama terhadap para pedagang kaki lima (PKL) yang selama ini menggantungkan mata pencaharian mereka dari berdagang di trotoar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana dampak dari kebijakan penertiban tersebut terhadap kehidupan PKL, baik dari sisi pendapatan, keberlangsungan usaha, maupun kondisi sosial keluarga mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan pendekatan studi kasus di beberapa wilayah di Jakarta yang menjadi pusat penertiban. Data diperoleh melalui wawancara dengan para pedagang, observasi langsung di lapangan, serta kajian terhadap kebijakan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak pedagang mengalami kehilangan mata pencaharian, tekanan ekonomi, hingga konflik sosial sebagai akibat dari penerapan aturan tersebut. Mereka tidak hanya mengalami kerugian finansial, tetapi juga menghadapi kesulitan dalam mencari lokasi usaha yang baru dan layak. Di sisi lain, penertiban dilakukan tanpa adanya solusi alternatif yang konkret, seperti tempat relokasi yang memadai atau bantuan usaha dari pemerintah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun aturan ini ditujukan untuk menciptakan ketertiban kota, pelaksanaannya masih kurang mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan keadilan sosial. Oleh karena itu, kebijakan penertiban seharusnya disertai dengan pendekatan yang lebih humanis dan solutif agar tidak menimbulkan korban dari kelompok masyarakat kecil yang rentan, khususnya para PKL.