Tindakan penipuan yang bersifat konvensional diatur secara rinci di dalam KUHP berikut dengan ancaman hukumannya. Namun, pada zaman modern saat ini, tindakan penipuan berkembang yang sebelumnya bersifat konvensional, menjadi dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi atau biasa disebut secara daring atau online. Pendekatan penelitian menggunakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian empiris .Analisis ini bertujuan untuk menganalisis modus serta faktor penyebab terjadinya penipuan jual beli melalui sarana e-commerce serta untuk menganalisis penanganan tindak pidana penipuan jual beli online serta kendala yang terjadi dalam proses penegakan hukumnya. Kepustakaan penelitian ini menggunakan konsep tindak pidana, konsep penipuan, ketentuan pidana dalam UU ITE, teori kejahatan, pembuktian dalam perkara pidana serta kebijakan penanggulangan tindak pidana .Modus yang digunakan pelaku penipuan jual beli online adalah dengan mengajak pembeli bertransaksi di luar marketplace resmi, berpura-pura mengatasnamakan merchant online, meminta OTP korban, penipu berpura-pura dari bea cukai dan meminta tambahan pemabayaran pada korbannya, penipu mengirimkan barang secara COD dan kurir meminta pembayaran pada korbannya dan tentunya barang tersebut tidak sesuai dengan deskripsinya. Adapun penyebab terjadinya penipuan jual beli online lebih dikarenakan oleh kultur budaya masyarakat, belum tersertifikasinya secara menyeluruh setiap proses jual beli melalui media sosial ataupun online, faktor ekonomi, pencarian jati diri serta minimnya resiko tertangkap yang menyebabkan penipuan online marak terjadi. Upaya pencegahan terjadinya penipuan online, yaitu perlu adanya peningkatan serta perbaikan profesionalitas dan integritas dari aparatur penegak hukum dalam menangani kasus kejahatan penipuan online yang marak terjadi di masyarakat. Hal tersebut dilakukan supaya adanya kepastian hukum dan jaminan perlindungan bagi masyarakat.