Artikel ini mengkaji dialektika antara ulama dan budayawan dalam merespons tradisi Ngarot sebagai ekspresi budaya lokal masyarakat Desa Karedok, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Tradisi ini merupakan warisan budaya agraris yang menyatukan unsur spiritual dan sosial melalui praktik doa bersama, penguburan kepala kerbau, dan pembagian hasil panen sebagai simbol rasa syukur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus, melibatkan wawancara mendalam terhadap ulama, budayawan, dan tokoh masyarakat setempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun terdapat perbedaan tafsir terhadap simbolisme ritual tertentu, mayoritas narasumber menilai bahwa tradisi Ngarot tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan justru memperkuat nilai religius serta identitas budaya lokal. Tradisi ini juga memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologis dan nilai-nilai agraris. Dengan demikian, Ngarot menjadi contoh nyata bagaimana tradisi lokal dapat menjadi ruang perjumpaan harmonis antara agama dan budaya dalam masyarakat pedesaan Indonesia.