Pemerintah Indonesia telah menyempurnakan regulasi pendaftaran hak atas tanah melalui Peraturan Pemerintah Nomor: 24 Tahun 1997 yang bertujuan menyederhanakan prosedur dan memastikan kepastian hukum. Namun, praktik di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan, seperti pemberian IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) tanpa menyertakan sertipikat tanah yang sah, yang sering kali menimbulkan sengketa kepemilikan. Dalam penelitian ini menggunakan dua teori yaitu; Teori Perlindungan Hukum digunakan untuk menjelaskan fungsi hukum dalam memberikan keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian. Selanjutnya Teori Penyelesaian Sengketa menawarkan berbagai metode penyelesaian konflik antara pihak-pihak yang bersengketa, baik melalui jalur litigasi (pengadilan) maupun non-litigasi (di luar pengadilan). Hasil penelitian ini menemukan bahwa status penyewa tidak dapat berubah menjadi hak baru atas tanah sengketa karena pemberian hak baru terhadap tanah bekas Eigendom Verponding telah diatur secara limitatif oleh peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 3 Tahun 1979, Surat Menteri Dalam Negeri No. Btu 8/356/8/79, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 5 Tahun 1973, hak baru atas tanah bekas konversi hanya diberikan kepada bekas pemegang hak yang memenuhi syarat, kecuali tanah tersebut diperuntukkan untuk kepentingan umum. Penelitian ini menegaskan bahwa tidak ada ketentuan yang memungkinkan penyewa memperoleh hak baru atas tanah bekas hak Barat.