Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DAN DEBITUR DALAM TRANSAKSI SECARA ELEKTRONIK (ONLINE) Faisal Redo; Achmad Fitrian; Gatut Hendrotriwidodo
Journal of Innovation Research and Knowledge Vol. 4 No. 10: Maret 2025
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53625/jirk.v4i10.9896

Abstract

Transaksi online merupakan suatu inovasi pada sektor bisnis dan keuangan dengan sentuhan teknologi modern yang mendatangkan proses transaksi lebih muda dan praktis. Ada banyak bentuk transaksi online yang begitu diminati oleh berbagai kalangan masyarakat, seperti yaitu pinjaman online, jual beli barang secara online dan lain sebagainya. Kendati demikian, tak dapat dipungkiri ada banyak pula resiko yang muncul dari transaksi online ini, antara lain adalah tingginya kasus sengketa antara penjual dan pembeli, pinjaman macet atau wanprestasi yang dilakukan oleh debitur pinjol, dan penyalahgunaan data pribadi. Selain itu, menimbulkan juga kerugian yang dialami oleh masing-masing pihak yaitu antara kreditur dan debitur dalam melakukan transaksi online. Hal ini tentunya menjadi suatu problematika hukum yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah atas adanya transaksi online. Dari hasil penelitian dapat diperoleh Sebagai penanggulangan problematika hukum terhadap kreditur dan debitur dalam transaksi secara elektronik (online). Mengingat begitu kompleks akan terjadinya kasus-kasus dalam transaksi secara elektronik. Maka diperlukan para penegak hukum melalui UU ITE dan POJK untuk lebih cepat dalam menanggapi kompleksnya pelanggaran hukum yang terjadi dalam transaksi secara eletronik. Selain itu, perlu adanya perjanjian antar kreditur dan debitur dalam melakukan transaksi secara elektronik, untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum atau salah satu pihak ada yang sengaja tidak mau memenuhi kewajibannya sesuai yang sudah mereka diperjanjikan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK DALAM KONFLIK KEPEMILIKAN TANAH DAN BANGUNAN Raymond, Pierre; Achmad Fitrian; Gatut Hendrotriwidodo
Journal of Innovation Research and Knowledge Vol. 5 No. 1: Juni 2025
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemerintah Indonesia telah menyempurnakan regulasi pendaftaran hak atas tanah melalui Peraturan Pemerintah Nomor: 24 Tahun 1997 yang bertujuan menyederhanakan prosedur dan memastikan kepastian hukum. Namun, praktik di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan, seperti pemberian IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) tanpa menyertakan sertipikat tanah yang sah, yang sering kali menimbulkan sengketa kepemilikan. Dalam penelitian ini menggunakan dua teori yaitu; Teori Perlindungan Hukum digunakan untuk menjelaskan fungsi hukum dalam memberikan keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian. Selanjutnya Teori Penyelesaian Sengketa menawarkan berbagai metode penyelesaian konflik antara pihak-pihak yang bersengketa, baik melalui jalur litigasi (pengadilan) maupun non-litigasi (di luar pengadilan). Hasil penelitian ini menemukan bahwa status penyewa tidak dapat berubah menjadi hak baru atas tanah sengketa karena pemberian hak baru terhadap tanah bekas Eigendom Verponding telah diatur secara limitatif oleh peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 3 Tahun 1979, Surat Menteri Dalam Negeri No. Btu 8/356/8/79, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 5 Tahun 1973, hak baru atas tanah bekas konversi hanya diberikan kepada bekas pemegang hak yang memenuhi syarat, kecuali tanah tersebut diperuntukkan untuk kepentingan umum. Penelitian ini menegaskan bahwa tidak ada ketentuan yang memungkinkan penyewa memperoleh hak baru atas tanah bekas hak Barat.
MEKANISME PEMBAHASAN HAK ATAS TANAS UNTUK KEPENTINGAN UMUM DALAM UUD NO 2 TAHUN 2012 DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PUTUSAN PENGADILAN Parhusip, Arif Timbul M; Achmad Fitrian; Gatut Hendrotriwidodo
Journal of Innovation Research and Knowledge Vol. 5 No. 4: September 2025
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan instrumen penting dalam mendukung percepatan pembangunan infrastruktur nasional, namun seringkali menimbulkan konflik hukum antara kepentingan negara dan hak-hak individu pemegang hak atas tanah. Penelitian ini bertujuan menganalisis mekanisme pembahasan hak atas tanah untuk kepentingan umum yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 dan sinkronisasinya dengan UU No. 5 Tahun 1960 serta Peraturan Presiden No. 148 Tahun 2015, mengkaji implementasinya dalam Putusan No. 28/G/PU/2019/PTUN.PBR, dan mengevaluasi efektivitas perlindungan hak atas tanah. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan analisis library research terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta analisis ratio decidendi terhadap putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU No. 2 Tahun 2012 telah menyediakan kerangka hukum komprehensif melalui tahapan perencanaan, konsultasi publik, inventarisasi, dan penilaian ganti kerugian, dengan harmonisasi yang baik terhadap UUPA dan Perpres No. 148 Tahun 2015. Namun, implementasi dalam kasus Risnawati mengungkap kegagalan sistemik dalam penerapan mekanisme konsultasi publik dan inventarisasi kepemilikan yang tidak akurat. Kesimpulan menunjukkan adanya kesenjangan signifikan antara norma hukum dan praktik lapangan, sehingga diperlukan reformulasi pendekatan yang lebih sensitif terhadap hak asasi manusia melalui penguatan kelembagaan pengawasan independen dan peningkatan kapasitas aparatur.
PRAKTEK MANAJEMEN LABA DALAM PROSES IPO (INITIAL PUBLIC OFFERING) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS DAN UNDANG-UNDANG PASAR MODAL Cahaya Sari, Dinta; Nur Hakim; Gatut Hendrotriwidodo
Journal of Innovation Research and Knowledge Vol. 4 No. 3: Agustus 2024
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53625/jirk.v4i3.8265

Abstract

Pentingnya peranan informasi laba dalam proses pengambilan keputusan oleh para pemakai laporan keuangan, terutama bagi investor dan calon investor mendorong pihak manajemen/Direksi suatu perseroan untuk berusaha mengelola laba perusahaan (praktik manajemen laba). Hal ini dilakukan agar entitas perusahaan terlihat lebih baik secara finansial sehingga mampu meningkatkan harga saham pada saat penawaran perdana harga saham atau Initial public offering (IPO). Praktek manajemen laba terjadi karena kurang hati-hatinya Direksi suatu perseroan sehingga bertindak ceroboh dalam mengambil keputusan, dan ini akan berdampak buruk bagi Direksi meskipun sudah menerapkan doktrin Business Judgement Rule, yang meliputi adanya itikad baik dan prinsip kehati-hatian. Namun, dampak buruk ini dapat dihindari apabila direksi mampu membuktikan seluruh unsur-unsur yang dimuat dalam Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas. Tujuan penulis membuat tesis ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis adanya pelanggaran hukum terhadap praktik manajemen laba dalam proses IPO oleh perusahaan publik ditinjau dari Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Pasar Modal. Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu normatif empiris, yakni selain peneliti mengkaji dan menganalisis permasalahan tersebut dengan memanfaatkan peraturan perundang-undangan terkait, namun peneliti juga membandingkan dengan temuan di lokasi objek penelitian. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu bahwa praktek manajemen laba yang merupakan hasil keputusan Direksi suatu perseroan, jika berpedoman pada doktrin-doktrin Business Judgement Rule (BJR), maka keputusan Direksi tersebut dapat dilindungi oleh Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas, dengan catatan apabila Direksi bersangkutan dapat membuktikan unsur-unsur yang dimuat dalam pasal tersebut. Dalam kata lain, sepanjang keputusan Direksi mengacu pada doktrin BJR maka keputusan tersebut menjadi legal (sah demi hukum).
MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM YANG BERKEADILAN DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA Sazali, Rachmat; Achmad Fitrian; Gatut Hendrotriwidodo
Journal of Innovation Research and Knowledge Vol. 4 No. 3: Agustus 2024
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53625/jirk.v4i3.8296

Abstract

Pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia menimbulkan permasalahan hukum bagi masyarakat di Indonesia, terutama penarikan asset jaminan fidusia (baik itu roda dua maupun roda empat). Pada hakikatnya, permasalahan ini berawal dari penarikan asset yang dilakukan secara anarkis oleh pihak ketiga/debt collector yang tidak memiliki sertifikat. Di sisi lain, penarikan asset tidak akan terjadi jika masing-masing pihak memenuhi hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan awal. Seiring dengan mencuatnya permasalahan ini sehingga dilakukan Uji Materi oleh Mahkamah Konstitusi perihal substansi Undang-Undang Jaminan Fidusia, terutama Pasal 15 ayat (2) dan (3) dibenturkan dengan UUD 1945 pada Pasal 28D ayat (1). Dari hasil Uji Materi oleh Mahkamah Konstitusi, tidak memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak yang bersengketa. Permasalahan yang dibahas dan dianalisa dalam Disertasi ini adalah bagaimana pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia oleh pemegang jaminan fidusia berdampak timbulnya permasalahan hukum di Indonesia. Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana konsep pelaksanaan eksekusi yang ideal oleh pemegang jaminan fidusia dalam mewujudkan kepastian hukum berkeadilan antara pemegang jaminan fidusia dan debitur wanprestasi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Yuridis Normatif, dengan pendekatan Studi kasus yaitu penarikan asset jaminan fidusia yang belum memberikan kepastian hukum yang berkeadilan bagi kedua pihak (kreditur dan debitur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep pengaturan eksekusi yang ideal atau ditawarkan penulis, diantaranya adalah klausula perjanjian baku harus dihapuskan atau setidak-tidaknya formatnya dirubah agar mencerminkan adanya kepastian hukum yang berkeadilan bagi kedua pihak; saat penarikan unit kendaraan bermotor pihak ketiga wajib membacakan hak kreditur dan kewajiban debitur; pihak ketiga wajib membawa dan memperlihatkan beberapa dokumen terkait penarikan asset kendaraan bermotor; perusahaan leasing wajib memenuhi prosedur penarikan asset kendaraan bermotor, prosedur dimaksud yaitu menunjukkan sertifikat jaminan fidusia, tahapan prosedur penarikan kendaraan, memberikan masa tenggang waktu selama 2 minggu untuk debitur menebus kendaraan tersebut, dan memberikan berbagai kemudahan bagi debitur wanprestasi agar dapat menebus kembali asset yang dijadikan objek jaminan fidusia.