Artikel ini membahas perbandingan sistem hukum Indonesia dengan sistem hukum Malaysia terkait pengaturan perjanjian baku. Indonesia yang menganut tradisi civil law dan Malaysia dengan sistem common law memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengatur fenomena perjanjian baku yang umum terjadi dalam transaksi bisnis modern. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan hukum, menganalisis peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan doktrin hukum terkait perjanjian baku di kedua negara. Dengan menggunakan teori konvergensi hukum Peter de Cruz, artikel ini mengidentifikasi persamaan dan perbedaan pengaturan perjanjian baku serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia melalui UUPK menerapkan pendekatan yang lebih kaku dengan daftar klausula terlarang yang spesifik, sementara Malaysia melalui CPA mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dengan kriteria umum untuk menilai ketidakadilan suatu klausula. Meskipun berbeda pendekatan, terdapat konvergensi dalam tujuan perlindungan terhadap konsumen dan pembatasan klausula yang tidak adil, yang dipengaruhi oleh faktor historis, sistem hukum, globalisasi ekonomi, dan perkembangan standar perlindungan konsumen internasional. Studi ini memberikan kontribusi untuk pemahaman yang lebih mendalam tentang alternatif pengaturan perjanjian baku dan potensi pembaruan hukum di masa mendatang.