Abstrak. Platform TikTok telah berevolusi dari media hiburan menjadi platform jual beli online dengan fitur TikTok Shop yang menyediakan layanan TikTok PayLater. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian fitur PayLater di TikTok Shop dengan hukum Islam, khususnya dalam kaitannya dengan mekanisme riba, serta memberikan rekomendasi regulasi yang dapat diterapkan oleh platform e-commerce dalam memastikan transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur. Temuan menunjukkan bahwa sistem PayLater berpotensi mengandung unsur riba melalui mekanisme bunga, denda keterlambatan, dan biaya tambahan yang tidak transparan, yang bertentangan dengan prinsip syariah. Dampak sosial yang ditimbulkan meliputi peningkatan perilaku konsumtif terutama pada Generasi Z, risiko utang bergulir dengan tingkat gagal bayar mencapai 42%, dan tekanan psikologis berupa stres pada pengguna. Data OJK menunjukkan total penyaluran kredit PayLater mencapai Rp21,89 triliun dengan tingkat pembiayaan bermasalah 2,8%-3,7%. Sebagai alternatif, Islam menawarkan akad syariah seperti murabahah, qardh, dan ba'i taqsith yang bebas dari unsur riba. Rekomendasi regulasi meliputi penguatan pengawasan OJK terhadap implementasi syariah pada produk PayLater, harmonisasi ketentuan hukum positif dengan prinsip syariah, dan penetapan standar syariah ketat mengikuti model Malaysia untuk memperkuat perlindungan konsumen Muslim. Abstract. The TikTok platform has evolved from an entertainment medium into an online buying and selling platform with TikTok Shop features that provide TikTok PayLater services. This article aims to analyze the compatibility of the PayLater feature in TikTok Shop with Islamic law, particularly in relation to usury mechanisms, and provide regulatory recommendations that can be applied by e-commerce platforms in ensuring transactions comply with sharia principles. This research employs a qualitative approach with literature study methods. The findings indicate that the PayLater system potentially contains elements of usury through interest mechanisms, late payment penalties, and non-transparent additional fees, which contradict sharia principles.The social impacts include increased consumptive behavior especially among Generation Z, rollover debt risks with default rates reaching 42%, and psychological pressure in the form of stress on users. OJK data shows total PayLater credit disbursement reached Rp21.89 trillion with non-performing financing rates of 2.8%-3.7%. As an alternative, Islam offers sharia contracts such as murabahah, qardh, and ba'i taqsith that are free from usury elements. Regulatory recommendations include strengthening OJK supervision of sharia implementation in PayLater products, harmonizing positive law provisions with sharia principles, and establishing strict sharia standards following the Malaysian model to strengthen Muslim consumer protection.