Ruang publik secara ideal berfungsi sebagai arena vital bagi komunikasi dan interaksi sosial. Namun realitasnya, akses dan partisipasi sering kali terbatas bagi kelompok tertentu, terutama perempuan yang masih menghadapi tantangan budaya patriarki di Indonesia. Meskipun media baru seperti WhatsApp, menawarkan potensi untuk menciptakan ruang publik nontradisional yang lebih inklusif dan memfasilitasi kesetaraan, belum banyak penelitian yang secara spesifik mengeksplorasi bagaimana komunitas muslimah memanfaatkanya untuk pemberdayaan dan diksusi isu-isu perempuan. Penelitian sebelumnya tentang feminisme dan ruang publik cenderung membahas aspek-aspek seperti kontestasi citra perempuan dalam hijab atau peran ganda perempuan dalam keluarga, serta peran perempuan dalam berdakwah, tetapi belum secara mendalam mengkaji pemanfaatan aplikasi percakapan spesifik seperti WhatsApp Group (WAG) sebagai ruang pemberdayaan bagi muslimah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi feminis diwujudkan dalam ruang publik nontradisional pada komunitas @taklimsantai. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi virtual dalam paradigma kritis emansipatoris, penelitian ini berupaya mengungkapkan proses transisi dari ketidaktahuan menjadi kesadaran di kalangan perempuan muslimah. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara daring, serta dokumentasi artefak digital. Hasil penelitian menunjukan bahwa ruang publik nontradisional pada komunitas @taklimsantai berfungsi secara efektif sebagai sarana pemberdayaan perempuan melalui kegiatan virtual, komunitas ini menyalurkan ilmu agama seperti fikih, kajian pra-pernikahan, dan membahas pergerakan budaya patriarki dalam rumah tangga. Upaya komunikasi dalam WAG berlangsung layaknya tatap muka, menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman bagi muslimah untuk bersosialisasi dan berekspresi. Kehadiran komunitas @taklimsantai telah mendorong perempuan untuk menyuarakan dan menegakkan hak-hak mereka, serta memantik kesadaran akan ketimpangan gender dan problematika yang dihadapi, seperti hak-hak, kodrat, dan isu-isu inti dalam lingkungan perempuan. Melalui kegiatan terstruktur seperti bedah buku, dan pengembangan produk/bisnis, komunitas ini mendorong anggota untuk mencari ilmu dan mengembangkan diri secara spiritual maupun praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru yang lebih mendalam terkait komunikasi feminis dalam ruang publik nontradisional pada komunitas virtual.