Perkembangan industri dan kegiatan korporasi yang masif dalam berbagai sektor ekonomi, termasuk sumber daya alam dan energi, tidak dapat dipisahkan dari isu keberlanjutan lingkungan. Korporasi umumnya melakukan berbagai cara untuk memperoleh keuntungan maksimal, termasuk diantaranya ialah penambangan ilegal di kawasan hutan lindung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mengenai problematika ketentuan pidana minimum bagi korporasi yang terlibat dalam penambangan ilegal di kawasan hutan lindung berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan pendekatan statute approach, conceptual approach, dan case approach. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjatuhan pidana di bawah ketentuan minimum oleh hakim dalam kasus penambangan ilegal di kawasan hutan lindung bertentangan dengan prinsip kepastian hukum dan asas legalitas. Hal tersebut juga bertentangan dengan tujuan UU P3H yang menerapkan prinsip polluter pays principle dengan memaksa pelaku untuk bertanggung jawab penuh atas kerusakan yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Penerapan prinsip strict liability terhadap korporasi yang terlibat dalam aktivitas ilegal tersebut sangat penting untuk memastikan akuntabilitas korporasi dan mencegah diskresi kewenangan oleh para penegak hukum. Penelitian ini memberikan rekomendasi diantaranya agar pemerintah melakukan optimalisasi pengawasan dan penegakan hukum khususnya terkait penambangan ilegal di kawasan hutan lindung, meningkatkan edukasi dan pelatihan kepada para pemangku kepentingan serta hakim dalam menangani perkara lingkungan