Pernikahan merupakan suatu ibadah yang dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya bagi umat manusia. Hukum Islam telah mengatur semua hal, baik dari hal terkecil sekalipun, apalagi tentang persoalan harkat dan martabat seorang perempuan, di dalam Islam perempuan sangat dimuliakan. Setelah adanya akad pernikahan maka banyak sekali berbagai konsekuensi yang timbul sebagai dampaknya. Dalam terminilogi fiqih, nafkah didefinisikan sebagai biaya yang wajib dikeluarkan oleh seseorang terhadap sesuatu yang berada dalam tanggungjawabannya meliputi biaya untuk kebutuhan pangan (ma’tam), sandang (malbas), dan papan (maskan), termasuk juga kebutuhan sekunder seperti perabot kerumah tanggaan. Nafkah dalam Islam mencakup dua aspek, yaitu nafkah lahir dan nafkah batin. Nafkah secara umum berarti belanja, maksudnya ialah sesuatu yang diberikan oleh seorang kepada ister, kerabat, dan miliknya sebagai keperluan pokok, seperti makan, pakaian, dan tempat tinggal. Nafkah merupakan suatu hak yang wajib dipenuhi oleh seorang suami terhadap isterinya, nafkah ini bermacam-macam, bisa berupa makanan, tempat tinggal, perhatian, pengobatan, dan juga pakaian meskipun wanita itu kaya. Kedudukan suami miskin terhadap pemenuhan nafkah istri dalam tinjauan Fiqh Syāfi’iyyah adalah ketentuan bila suami termasuk golongan miskin maka ia hanya wajib memberi nafkah satu mud dalam satu hari karena bagi suami yang miskin tidak diukur melalui harta asal atau harta dari penghasilan. Apabila suami tidak memenuhi nafkah istri sama sekali maka istri boleh mengajukan gugat cerai pada suami apabila suami tidak mampu memberikan nafkah padanya.