Adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas proyek pembangunan jalan di Kota Tangerang Selatan, yang menunjukkan adanya kelebihan pembayaran dan ketidaksesuaian mutu pekerjaan dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak. Temuan tersebut menimbulkan permasalahan hukum mengenai bentuk dan batas pertanggungjawaban kontraktor dalam perjanjian pemborongan, terutama setelah kontrak dinyatakan selesai secara administratif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perjanjian kerja sama kontraktor jalan terhadap perjanjian pemborongan pembangunan jalan di Kota Tangerang Selatan dengan adanya hasil temuan BPK. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perjanjian dan teori tanggung jawab hukum, dengan menggunakan metode yuridis normatif dan pendekatan studi kasus, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontraktor bertanggung jawab secara hukum atas wanprestasi meskipun proyek secara administratif telah dinyatakan selesai. Pertanggungjawaban hukum tersebut mencakup kewajiban untuk mengganti kerugian negara, serta kemungkinan dikenakan sanksi administratif dan pidana apabila ditemukan unsur pelanggaran hukum yang lebih lanjut. Temuan ini menegaskan pentingnya pelaksanaan kontrak secara substansial, tidak hanya administratif, serta perlunya penguatan pengawasan teknis dalam proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah. Kesimpulannya bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat semata-mata diukur dari penyelesaiannya secara administratif, melainkan juga harus mempertimbangkan pemenuhan substansial terhadap isi perjanjian dan prinsip itikad baik. Temuan BPK menjadi dasar otoritatif yang mengikat bagi pemerintah daerah untuk menuntut pertanggungjawaban kontraktor secara hukum. Disarankan agar pemerintah daerah meningkatkan pengawasan substansial atas pelaksanaan proyek, kontraktor mematuhi standar pelaksanaan teknis secara bertanggung jawab.