Penelitian bertujuan untuk mengkaji proses fasilitasi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pencegahan Perkawinan pada Anak di Kabupaten Luwu Timur. Fokus analisis diarahkan pada faktor-faktor yang menghambat dan mendukung, serta dampak dari penundaan proses tersebut terhadap upaya perlindungan anak di tingkat lokal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan lima informan kunci yang dipilih secara purposif dari unsur DPRD dan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur, didukung oleh observasi dan analisis dokumen. Validitas data diuji menggunakan teknik triangulasi sumber. Temuan menunjukkan bahwa proses fasilitasi oleh pemerintah provinsi melampaui batas waktu 15 hari yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018. Hambatan utama yang teridentifikasi adalah ketiadaan sanksi bagi keterlambatan dan adanya dugaan intervensi kebijakan yang melampaui kewenangan fasilitasi teknis-yuridis. Faktor pendukung internal seperti kapasitas sumber daya manusia dan teknologi di DPRD Luwu Timur terbukti tidak mampu mengatasi hambatan eksternal ini. Studi ini menyimpulkan bahwa kelemahan dalam mekanisme pengawasan preventif (fasilitasi) dapat melumpuhkan inisiatif legislatif daerah yang krusial dan berdampak langsung pada isu sosial mendesak, sehingga melemahkan esensi otonomi daerah. This study examines the facilitation process of the Draft Regional Regulation (Ranperda) on the Prevention of Child Marriage in East Luwu Regency. The analysis focuses on hindering and supporting factors, as well as the impact of delays on local child-protection efforts. Employing a descriptive qualitative approach, data were collected through in-depth interviews with five purposively selected key informants from the East Luwu Regency DPRD and local government, supplemented by observation and document analysis. Data validity was ensured via source triangulation. The findings reveal that the facilitation process conducted by the provincial government exceeded the 15-day deadline mandated by Ministry of Home Affairs Regulation No. 120 of 2018. The main obstacles identified include the absence of sanctions for delays and indications of policy interventions that exceed the technical-juridical facilitation mandate. Internal supporting factors—such as human-resource capacity and technology within the DPRD proved insufficient to overcome these external barriers. The study concludes that weaknesses in preventive oversight (facilitation) mechanisms can stall crucial local legislative initiatives and directly affect urgent social issues, thereby undermining the essence of regional autonomy.