Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi perjanjian teseng sebagai bentuk sistem bagi hasil ternak yang berkembang di Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru, serta untuk mengidentifikasi mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul dari praktik tersebut. Studi ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris dengan metode kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi perjanjian teseng masih berlangsung secara informal tanpa pencatatan tertulis, namun diakui secara sosial oleh masyarakat setempat. Sengketa dalam praktik perjanjian ini umumnya diselesaikan melalui mekanisme non-litigasi, terutama musyawarah keluarga atau peran tokoh adat, sehingga mencerminkan keberlanjutan nilai-nilai hukum lokal. Kendala utama dalam implementasi adalah ketiadaan perlindungan hukum formal serta ketimpangan informasi antara pihak-pihak yang terlibat. Penelitian ini merekomendasikan perlunya penguatan kelembagaan hukum adat dan dukungan regulasi daerah untuk memperjelas serta melindungi hak dan kewajiban para pihak dalam sistem bagi hasil ternak berbasis lokal ini. This study aims to analyse the implementation of the teseng agreement as a livestock profit-sharing system practised in Tanete Riaja Subdistrict, Barru Regency, and to identify the dispute resolution mechanisms that arise from such practices. This research adopts a juridical-empirical approach using qualitative methods. Data were obtained through in-depth interviews and document analysis. The findings reveal that the teseng agreements are still applied informally without written documentation, yet are socially recognised within the local community. Disputes arising from these agreements are mostly resolved through non-litigation means, especially family deliberation or through the involvement of traditional leaders, reflecting the sustainability of local legal values. The main challenges include the absence of formal legal protection and information asymmetry between parties. This study recommends strengthening customary legal institutions and enacting regional regulations to clarify and protect the rights and obligations of the parties involved in this locally rooted livestock-sharing system.