Abstract:This study aims to examine the implementation of shirkah-based cooperation contracts in the Islamic boarding school retail business unit, namely Madinah Oryza Mart which is part of the Madinatul Ulum Cangkring Jenggawah Jember Islamic Boarding School. The study was carried out using a qualitative research method with a type of field research. Data collection techniques include in-depth interviews with managers and Islamic boarding schools, direct observation at business locations, and related documentation. The results of the study show that the form of cooperation is not outlined in a written contract, but is based on trust and moral agreement between the two parties. Islamic boarding schools act as asset providers in the form of land and buildings, while partners are responsible for business operations. The profit-sharing system is carried out flexibly with a general ratio of 80:20, but can be adjusted according to business conditions. This cooperation agreement practically reflects the shirkah 'inan agreement, which is cooperation that involves contributions from both parties in the form of capital or labor. Other important findings reveal strategic opportunities in the form of strategic Islamic boarding school locations and internal student markets, as well as challenges in the form of unclear formal legality and potential management risks. This article recommends the importance of drafting a written contract to strengthen business sustainability and ensure compliance with Sharia economic principles. Keywords: cooperation contract, pesantren business unit, economic independence Abstrak:Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implementasi akad kerja sama berbasis syirkah pada unit usaha ritel pesantren, yaitu Madinah Oryza Mart yang merupakan bagian dari Pondok Pesantren Madinatul Ulum Cangkring Jenggawah Jember. Kajian ini dilakukan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian lapangan (field research) dan pendekatan deskriptif kualitaif. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara mendalam dengan pengelola dan pihak pesantren, observasi langsung di lokasi usaha, serta dokumentasi terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kerja sama tidak dituangkan dalam kontrak tertulis, melainkan didasarkan pada kepercayaan dan kesepakatan moral antara kedua belah pihak. Pondok pesantren berperan sebagai penyedia aset berupa lahan dan bangunan, sementara mitra bertanggung jawab atas operasional usaha. Sistem bagi hasil dilakukan secara fleksibel dengan proporsi umum 80:20, namun dapat disesuaikan dengan kondisi usaha. Akad kerja sama ini secara praktik mencerminkan akad syirkah ‘inan, yaitu kerja sama yang melibatkan kontribusi dari kedua belah pihak dalam bentuk modal atau tenaga. Temuan penting lain mengungkapkan adanya peluang strategis berupa lokasi pesantren yang strategis dan pasar internal santri, serta tantangan berupa ketidakjelasan legalitas formal dan potensi risiko pengelolaan. Artikel ini merekomendasikan petingnya penyusunan akad tertulis untuk memperkuat keberlanjutan usaha dan menjamin kesesuaian dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah. Kata kunci: Akad kerja sama; unit usaha pesantren; kemandirian ekonomi.