Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh desain lingkungan fisik terhadap pengalaman psikologis pengunjung dalam ruang publik semi-formal, dengan studi kasus pada book café ‘The Room 19’. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif melalui observasi partisipatif dan wawancara semi-terstruktur terhadap tiga pengunjung dengan latar belakang dan motivasi yang berbeda. Analisis data dilakukan secara tematik dengan mengacu pada kerangka teori PAD (Pleasure-Arousal-Dominance) dari Mehrabian dan Russell, pendekatan assemblage thinking dari Dovey dan Pafka, serta konsep third place dari Oldenburg yang diperluas dalam konteks budaya digital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa elemen-elemen desain seperti pencahayaan hangat, penggunaan material alami, tata letak fleksibel, dan atmosfer akustik yang mendukung, memunculkan pengalaman psikologis positif berupa kenyamanan emosional (pleasure), stimulasi kognitif yang seimbang (arousal), serta rasa kontrol atas ruang (dominance). Ruang ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat baca atau kerja, tetapi membentuk assemblage dinamis yang memungkinkan beragam aktivitas berlangsung secara simultan. Selain itu, ‘The Room 19’ memenuhi karakteristik third place yang inklusif dan reflektif, serta memperluas fungsinya melalui kehadiran digital yang memperkuat konektivitas sosial dan identitas komunitas. Temuan ini menegaskan bahwa desain ruang publik yang mempertimbangkan aspek psikologis dan sosial secara holistik mampu menciptakan pengalaman ruang yang bermakna dan berdaya pulih. Implikasi dari penelitian ini memberikan kontribusi pada wacana desain berbasis afeksi, serta membuka ruang pengembangan lebih lanjut terhadap prinsip desain human-centered dalam konteks ruang publik urban kontemporer.