Litelnoni, Titania Madelein
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Kajian Sosio-Feminis terhadap Peran GMIT Syalom Oinlasi Barat Mengatasi Kekerasan Perempuan dalam Praktik Adat Sifon Masyarakat Dawan Litelnoni, Titania Madelein; Lusi, Astrid Bonik; Lauterboom, Mariska
Veritas Lux Mea (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen) Vol 7, No 2 (2025): Veritas Lux Mea (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen) - Agustus 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kanaan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59177/veritas.v7i2.406

Abstract

This study examines the traditional practice of sifon in the Dawan community as a form of symbolic and structural violence against women. Sifon is a traditional post-circumcision practice (village) carried out by men involving women as healing media. In this practice, women are positioned not as dignified subjects, but as objects that can be accessed, paid for, and then forgotten. This tradition is legitimized by traditional symbols and passed down from generation to generation, making it difficult to openly question within society or the church in particular. This research approach is descriptive qualitative with in-depth interviews and literature studies, then analyzed using three theoretical perspectives based on socio-feminist studies, namely: Marianne Katoppo's Asian feminist theology, Gustavo GutiƩrrez's liberation theology, and Peter L. Berger's sociology. The research findings indicate that the traditional practice of sifon has excluded women from their rights as spiritual and social subjects. Women's bodies are reduced to instruments of male healing, while also becoming an arena for conflict between cultural power, morality, and Christian faith. These findings demonstrate that the church theologically rejects the traditional practice of sifon, but has yet to voice its rejection collectively and transformatively. In conclusion, the practice of sifon is a form of cultural and spiritual violence that must be reexamined through the lens of gender justice and faith liberation. The church has the potential to be an agent of social transformation, actively defending women's dignity and challenging oppressive customary structures.AbstrakPenelitian ini mengkaji praktik adat sifon pada masyarakat Dawan sebagai bentuk kekerasan simbolik dan struktural terhadap perempuan. Sifon adalah praktik pasca-sunat tradisional (kampung) yang dilakukan oleh laki-laki dengan melibatkan perempuan sebagai media penyembuhan. Dalam praktik ini, perempuan diposisikan tidak sebagai subjek bermartabat, melainkan sebagai objek yang dapat diakses, dibayar, dan dilupakan. Tradisi ini dilegitimasi oleh simbol-simbol adat dan diwariskan turun-temurun sehingga sulit dipersoalkan secara terbuka dalam masyarakat maupun gereja. Pendekatan penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dengan metode wawancara mendalam dan studi literatur, lalu dianalisis menggunakan tiga perspektif teori berdasarkan kajian sosio-feminis yaitu: teologi feminis Asia Marianne Katoppo, teologi pembebasan Gustavo GutiƩrrez, dan sosiologi Peter L. Berger. Temuan penelitian menunjukkan praktik adat sifon telah menyingkirkan perempuan dari haknya sebagai subjek spiritual dan sosial. Tubuh perempuan direduksi menjadi alat penyembuhan laki-laki, sekaligus arena konflik antara kekuasaan budaya, moralitas, dan iman Kristen. Temuan ini memperlihatkan gereja secara teologis menolak praktik adat sifon, namun belum menyuarakan penolakannya secara kolektif dan transformatif. Kesimpulannya, praktik sifon merupakan bentuk kekerasan kultural dan spiritual yang harus ditinjau ulang melalui lensa keadilan gender dan pembebasan iman. Gereja memiliki potensi sebagai agen transformasi sosial yang harus aktif membela martabat perempuan dan menantang struktur adat yang menindas.