Kecelakaan transportasi bus telah mencapai 14.696 kasus pada tahun 2021 dan didapatkan faktor manusia, khususnya perilaku mengemudi yang berisiko menjadi faktor dominan penyebab kecelakaan. Berdasarkan survei awal, ditemukan bahwa perilaku mengemudi sopir bus di Terminal Tirtonadi berisiko karena mereka mengemudi dengan kecepatan tinggi saat jalan sepi, menyalip melalui sisi kiri, menerobos lampu merah, dan berkendara dengan menggunakan handphone. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang berpengaruh signifikan terhadap risky driving behavior dan usulan perbaikan untuk meminimalkan risky driving behavior. Metode penelitian yang digunakan adalah PLS-SEM. Metode ini digunakan untuk menguji hubungan antar variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres berpengaruh signifikan terhadap risky driving behavior (p-value = 0,040). Sementara itu, faktor organisasi (p-value = 0,450), kesehatan mental (p-value = 0,370), kelelahan (p-value = 0,643), kesehatan fisik (p-value = 0,906), dan kemampuan mengemudi (p-value = 0,822) tidak berpengaruh signifikan terhadap risky driving behavior. Stres dapat memicu perilaku mengemudi yang lebih berisiko. Karena stres mengganggu fungsi kognitif, seperti kemampuan berkonsentrasi, membuat keputusan, dan bereaksi cepat terhadap situasi yang berubah-ubah di jalan. Stres dapat memicu emosi negatif seperti kemarahan dan frustrasi, yang dapat mendorong perilaku agresif saat mengemudi. Perbaikan yang diusulkan pada perusahaan otobus (PO) untuk meminimalkan risky driving behavior pada sopir bus adalah menyediakan fasilitas istirahat, olahraga, makan bergizi gratis, pengaturan jam kerja, dan pemberian bonus. Â Sedangkan pengelola terminal menyediakan ruang istirahat yang nyaman untuk sopir bus.