Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

HUKUM-HUKUM DETERMINISME DALAM FILSAFAT SEJARAH IBNU KHALDUN (Dialektika Antara Sains dan Teologi) Bisri Bisri
JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : IAIN SYEKH NUR JATI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (488.844 KB) | DOI: 10.24235/jy.v3i1.2036

Abstract

Abstrak: Ibnu Khaldun merupakan tokoh besar yang tidak diragukan sumbangan pemikirannya, ketokohanya diakui baik di dunia Islam maupun Barat. Bahkan dalam kajian ilmu sejarah maupun filsafat sejarah, ia termasuk tokoh awal yang membangun fondasi bangunan sejarah dari sejarah yang sebelumnya hanya berupa deskripsi peristiwa-peristiwa, nama-nama penguasa atau silsilah keturunan dan angka-angka tahun, menjadi suatu sistem bangunan keilmuan dan filsafat yang utuh. Dalam pemikiran filsafat sejarahnya, Ibnu khaldun termasuk yang menganut determinisme sejarah. Berbicara tentang hukum-hukum sejarah, determinisme sejarah kerap dimaknai sebagai hukum kausalitas. Ibnu Khaldun memberlakukan hukum kausalitas bukan hanya pada alam saja, tetapi juga berlaku pada manusia. Di sisi lain Ibnu Khaldun sebagai penganut Asy’ariyah dimana paham teologi ini menolak hukum kausalitas atas dasar kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Ada semacam pertentangan antara paham keyakinan teologi dan paham determinismenya. Paham teologinya menolak kausalitas, sementara ia menganut determinisme dalam sejarah. Disinilah menariknya bahwa kecerdasan Ibnu Khaldun mampu mendamaikan pertentangan antara sains dan teologi dalam menjelaskan hukum determinisme sejarah ini. Kata kunci: Ibnu Khaldun, Determinisme, Filsafat, Sejarah, Dialektika, Sains, Teologi.
MAKNA RITUAL KLIWONAN TAREKAT ASY SYAHADATAIN DI DESA PANGURAGAN WETAN KECAMATAN PANGURAGAN KABUPATEN CIREBON Bisri Bisri; Sandra Yulia
JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan Vol 7, No 1 (2021)
Publisher : IAIN SYEKH NUR JATI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/jy.v7i1.7888

Abstract

AbstrakRitual kliwonan merupakan tradisi yang dilakukan tarekat Asy-Syahadatain secara turun temurun, selain kegiatan pengajian dan tawasulan. Ritual kliwonan dilaksanan setiap satu bulan sekali yaitu pada hari Kamis yang bertepatan malam Jum’at kliwon. Penelitian ini selain menekankan pada “Bagaimana proses ritual kliwonan tarekat Asy Syahadatain, juga menggali tentang apa makna dari ritual kliwonan tersebut bagi jamaah Asy-Syahadatain”. Tujuan penelitian ini tidak hanya mendeskripsikan proses namun juga tentang makna dari ritual kliwonannya. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan fenomenologi. Adapun penelitian ini merujuk pada hasil wawancara, observasi dan dokumentasi. Pada penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori Emile Durkheim mengenai konsep agama. Konsep Durkheim mengenai agama, pun tidak terlepas dari gagasannya tentang agama sebagai bagian dari fakta sosial. Maksudnya Durkheim mempunyai pandangan bahwa “fakta sosial” jauh lebih fundamental dibandingkan dengan fakta individu. Teori-teori yang dikemukakan Durkheim tentang agama mengenai Upacara Agama (Ritual). Totem merupakan simbol yang paling mudah dikenali oleh suku kelompok, totem merupakan lambang dari suku: perasaan-perasaan yang dibangkitkan oleh adanya kolektifitas yang menghubungkan diri dengan totem tersebut. Hasil penelitian ini menerangkan bahwa pada awalnya Abah Umar selaku guru mursyid dan pendiri awal tarekat Asy-Syahadatain melaksanakan pengajian rutin tiap malam jumat. Namun setelah beliau wafat, kemudian digantilah oleh penerusnya menjadi Kliwonan, namun pengajian mingguan tiap malam jumat tetap berjalan. Kliwonan dimulai dari ba’da Dzuhur yaitu sholat Dzuhur berjama’ah, wirid, ceramah, ziarah, kemudian dilanjut dengan sholat Ashar berjama’ah, pengajian. Makna daripada kliwonan tersebut ialah untuk selalu mengenang Guru mursyid Abah Umar dengan senantiasa menghidupkan dan meneruskan ajaran Asy-Syahadatain yang dibawakan oleh Abah Umar dalam mencapai upaya menuju jalan kepada Allah.
KONSEP INSAN KAMIL AL JILI DALAM TAREKAT ASY-SYAHADATAIN Karomah Karomah; Sumanta Sumanta; Bisri Bisri; Siti Fatimah
JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan Vol 7, No 2 (2021)
Publisher : IAIN SYEKH NUR JATI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/jy.v7i2.9348

Abstract

Di dalam ajaran tarekat memuat banyak pelajaran mengenai cara bagaimana manusia hidup semestinya. Hidup sesuai dengan jalan yang Allah ridhoi agar mencapai kebahagian akhirat, begitu juga ketenangan batin di dunia. Tarekat melalui ajaran batinnya menyediakan jalan untuk menjadi diri sejati. Manusia merupakan makhluk pencari kesempurnaan yang mutlak, sudah menjadi fitrah manusia untuk selalu berusaha mencapai kesempurnaan. Artinya sampai saat ini manusia terus mengembangkan diri untuk berproses menuju kesempurnaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mana pada proses penelitian ini lebih cenderung untuk menganalisis suatu kejadian peristiwa. Sehingga metode yang digunakan adalah metode fenomenologi. Selain itu wawancara menjadi metode untuk mendapatkan informasi secara mendalam tentang kajian taraket syahadatain ini. Manusia sempurna mempunyai banyak istilah, seperti dalam tasawuf, diistilahkan dengan insan kamil. Insan kamil adalah manusia yang pada dirinya tercermin nama dan sifat Tuhan secara utuh, serta memiliki pengetahuan untuk mencapai tingkat kesadaran tertinggi menuju Tuhan. Insan kamil dalam tarekat Asy-Syahadatain ialah apabila seorang insan yang sudah melewati tahapan nafsu. Nafsu (Jiwa) adalah Unsur ruhani manusia yang memiliki pengaruh paling banyak dan paling besar di antara anggota ruhani lainnya yang mengeluarkan perintah kepada anggota jasmani untuk melakukan suatu tindakan.
AJARAN MARTABAT TUJUH DALAM SERAT WIRID HIDAYAT JATI (Perspektif Teori Emanasi) Bisri Bisri
JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan Vol 6, No 1 (2020)
Publisher : IAIN SYEKH NUR JATI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/jy.v6i1.6404

Abstract

Kajian tasawuf selalu menarik untuk didiskusikan, bahkan  di era pasca modern dimana kita merasakan tiba-tiba begitu ramai orang mencari dan menempuh jalan-jalan spiritual. Seolah mencari kesegaran kembali, makna dan  nilai kemanusiaan dari dahaga akibat amukan modernisme yang cenderung positivistik, dan gaya hidup yang pragmatis.  Islam sendiri datang ke Nusantara sudah dalam corak tasawuf, baik yang dibawa oleh para Walisongo maupun guru-guru sufi lain di Nusantara termasuk di Aceh. Di Jawa, ajaran ini terus berkembang bahkan dalam banyak kitab atau tulisan sastra Jawa, baik dalam kitab serat Wedatama, Serat Dewaruci maupun dalam Serat Wirid Hidayat jati. Ajaran Martabat tujuh dalam Wirid Hidayat jati, merupakan pengembangan dari Ibnu Arabi dan Muhammad Ibnu Fadlullah dalam kitab Al-Tuhfatu Mursalah ila Ruhin Nabi serta ajaran Tasawuf Aceh. Walaupun coraknya panteisme-monisme, teori tingkatan tujuh martabat dalam penciptaan masih serupa dengan teori emanasi. Untuk itu menarik ketika menggunakan perspektif emanasi untuk melihat ajaran ini. Metodelogi dalam penelitian ini menggunakan library research (pustaka). Dalam penelitian ada tiga hal yang dijadikan perspektif dalam analisis tentang ajaran ini, yaitu; Sumber dan ajaran (antara emanasi dan martabat tujuh) yang terpaut zaman yang cukup jauh, metodologi yang berbeda dimana emanasi lebih diskursif filosofis sementara ajaran martabat tujuh bercorak intuitif mistis, serta beberapa perbedaan dan titik temu dari keduanya.
PERENIALISME PEMIKIRAN ETIKA SANTO AUGUSTINUS (Dari Theologi ke Filsafat Keabadian) Bisri Bisri
JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan Vol 4, No 2 (2018)
Publisher : IAIN SYEKH NUR JATI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (435.028 KB) | DOI: 10.24235/jy.v4i2.3550

Abstract

Santo Augustinus seorang filosof abad pertengahan yang sekaligus juga seorang teolog. Ia mencari sintesis antara rasionalitas Yunani dan iman Kristiani. Meskipun iman Kristiani dan refleksi filosofis menyatu secara tak terpisahkan dalam Santo Augustinus, apa yang ditulisnya bukan hanya penting bagi teologi Kristiani, melainkan juga merupakan sumbangan besar kepada pemikiran murni filosofis, melampaui umat seimannya. Santo Augustinus tidak menulis buku khusus tentang etika – meskipun bernapaskan imannya yang kristiani – dalam struktur teoritis etika Santo Augustinus betul-betul filosofis yang tidak mengandaikan iman keprcayaan agama tertentu. Etika Santo Augustinus yang mengangkat kembali intuisi dasar Plato amat menentukan seluruh pemikiran teologi moral di Barat selanjutnya. Dalam pemikirannya tentang etika, Santo Augustinus sama sekali tidak menyinggung tentang filsafat perennial. Namun pemikiran etikanya yang yang mendasarkan pada perintah ilahi dan penyatuan manusia dengan Tuhan melalui cinta membawa pada visi filsafat perenial. Dimana ada tiga konsepsi filsafat perenial/filsafat keabadian yaitu metafisika (berorientasi pada ketuhanan), psikologi (manusia sebagai mikrokosmos) dan etika (sebagai keselarasan). Kata kunci: Perenialisme, Etika, Teolog, dan  filsafat.
Keislaman sebagai Pengampu Mental Spiritual yang terintegrasi dengan Moral Terapan Rizqi Alfarel; Bisri Bisri; Ihsan Sa’dudin; Amin Iskandar; Dedeh Nur Hamidah
Gunung Djati Conference Series Vol. 21 (2023): The 1st Nurjati Conference
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

DIALEKTIKA KETUHANAN DALAM WACANA TEOLOGIS (Perspektif Ibnu Arabi Tentang Teori Penegasian Versus Simbolik Panteistik) Bisri Bisri
JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : IAIN SYEKH NUR JATI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/jy.v9i1.13685

Abstract

Sejauh ini kajian ilmu kalam klasik dalam Islam dengan berbagai macam alirannya tersebut mempunyai sudut pandang yang sama. Perdebatan mereka tentang Tuhan sebenarnya adalah tentang Tuhan yang mereka konsepsikan. Tuhan dipandang sebagai sesuatu atau sebagai  yang maujud. Antitesa dari cara pandang terhadap Tuhan secara konseptual adalah teologi apofatik. Dalam pandangan teologi apofatik ini bahwa Allah tidak dapat sepenuhnya dipahami atau dikatakan dengan kata-kata atau konsep manusia. Tujuan utama teologi apofatik adalah untuk menyatakan ketidakmampuan bahasa manusia dalam merangkum atau memahami kebesaran dan kemuliaan Allah yang jauh melampaui pemahaman manusia. Metode penelitian yang digunakan adalah library research dengan analisis komparatif Teologi apofatik dan teori ketuhanan Ibnu Arabi yang dikenal panteistik simbolik. Hasil dari penelitian ini bahwa Tuhan dalam apofatik adalah Tuhan yang tidak bisa dibicarakan, difikirkan, bahkan dibayangkan. Tuhan dalam apofatik adalah tuhan yang tak terhingga. Bagi Ibnu Arabi Tuhan memiliki dua sisi; yaitu Tanzih dan Tasybih. Sebagai tanzih Tuhan adalah Yang tak terhingga, sehingga tidak dapat terbayangkan, tidak tersentuh dan dikonsepsikan. Tuhan sebagai tasybih adalah Tuhan yang menyerupa, Tuhan rindu untuk dikenal oleh mahlukNya.  Tuhan dari sisi tasybih inilah yang memungkinkan dikenal dan dipahami manusia. Namun antara tanzih dan tasybih  menurut Ibnu Arabi bukanlah pertentangan. Justru kesempurnaan orang yang ‘arif adalah memahami Tuhan dengan keduanya. 
MODERASI BERAGAMA PERSPEKTIF ETIKA (ANALISIS PEMIKIRAN FRANZ MAGNIS-SUSENO) Theguh Saumantri; Bisri Bisri
JURNAL ILMIAH FALSAFAH: Jurnal Kajian Filsafat, Teologi dan Humaniora Vol. 9 No. 2 (2023): JURNAL ILMIAH FALSAFAH
Publisher : Institut Agama Islam Sultan Muhammaad Syafiuddin Sambas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37567/jif.v9i2.2295

Abstract

Kehidupan masyarakat modern saat ini ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dalam berbagai aspek, termasuk dalam hal keragaman agama dan pandangan keagamaan. Semakin terbukanya masyarakat terhadap berbagai pemikiran dan keyakinan agama telah membawa dampak yang signifikan terhadap dinamika sosial dan budaya. Tujuan penelitian ini untuk menggali pemikiran Franz Magnis-Suseno dalam konteks moderasi beragama dari perspektif etika. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan dengan pendekatan filosofis sebagai upaya untuk mendalami konsep atau teori dari seorang tokoh. Hasil Penelitian ini menjelaskan bahwa etika, sebagai disiplin ilmu filsafat yang mempertimbangkan nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip kebaikan, memiliki peran sentral dalam membimbing individu-individu untuk menjaga moderasi dan menghormati perbedaan agama. Dalam pendangan Franz Magnis-Suseno konsep moderasi beragama merupakan locus theologicus-nya dalam agama. Sikap moderat dalam agama ditempatkan dalam kerangka teologis, dan agama menjadi cerminan sikap baik terhadap semua individu, tanpa memandang perbedaan keyakinan.