Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi yang dilakukan oleh Indonesia dalam merespon tekanan internal dan eksternal terkait gerakan pro-kemerdekaan di Papua. Gerakan kemerdekaan Papua telah lama diluncurkan oleh berbagai kelompok separatis yang tidak menerima hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) 1959. Gerakan separatisme ini terus bermunculan dengan berfokus pada perjuangan di lingkup lokal, nasional maupun internasional sehingga menghasilkan gerakan-gerakan pro-kemerdekaan yang mengancam stabilitas nasional negara Indonesia. Bahkan komunitas internasional banyak yang memberikan kritikan atas tindakan Pemerintah Indonesia dalam menangani masalah gerakan pro-kemerdekaan Papua yang dianggap melanggar hak asasi manusia. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia menerapkan strategi adaptation preservative untuk merespon tuntutan perubahan yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal melalui teori kebijakan luar negeri dan konsep adaptive behavior. Melalui pendekatan penelitian kualitatif, peneliti melakukan pengumpulan data yang sesuai dengan objek penelitian yang diangkat dari data-data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi Indonesia untuk merespon tuntutan eksternal yaitu dengan memberikan bantuan internasional melalui Indonesian AID ke negara-negara yang melakukan kritikan terhadap isu pelanggaran HAM di Papua maupun dengan mempererat kerjasama internasional melalui keterlibatan aktif Indonesia dalam Melanesian Spearhead Group (MSG). sedangkan strategi adaptif yang ditunjukkan untuk merespon tuntutan internal dilakukan dengan memberikan label terhadap Operasi Papua Merdeka (OPM) sebagai gerakan teroris dan melakukan pemekaran wilayah di Papua dengan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Otonomi Khusus Papua.