Penelitian ini membahas penegakan hukum terhadap tindak pidana penggelapan apartemen yang kerap terjadi dalam transaksi jual beli atau pengelolaan rumah susun. Kasus ini umumnya melibatkan pengembang, pengelola, atau pihak lain yang secara melawan hukum menguasai atau mengalihkan hak atas apartemen milik orang lain. Permasalahan utama penelitian ini adalah bagaimana pengaturan hukum mengenai tindak pidana penggelapan apartemen menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun, serta bagaimana penerapan sanksi pidana oleh aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dengan menelaah bahan hukum primer berupa KUHP, KUHAP, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, serta putusan pengadilan terkait. Bahan hukum sekunder diperoleh dari buku, jurnal, dan pendapat ahli hukum pidana properti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggelapan apartemen termasuk ke dalam delik penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP, dan dalam praktiknya dapat pula dikenakan pasal lain apabila terkait dengan penyalahgunaan jabatan atau perjanjian. Penegakan hukum dilakukan melalui proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan, namun terdapat kendala seperti pembuktian kepemilikan, kompleksitas hubungan perdata-pidana, serta rendahnya kesadaran hukum para pihak. Penelitian ini merekomendasikan adanya harmonisasi regulasi antara hukum pidana dan hukum properti, peningkatan koordinasi antar penegak hukum, serta edukasi kepada masyarakat mengenai perlindungan hak kepemilikan apartemen.