Transformasi digital yang terjadi secara masif di Indonesia telah membawa perubahan mendasar dalam tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik. Digitalisasi memang menawarkan berbagai keuntungan seperti efisiensi, transparansi, serta akses yang lebih mudah bagi masyarakat terhadap layanan pemerintah. Namun, di balik kemajuan tersebut, terdapat tantangan besar yang belum terselesaikan, yaitu krisis keamanan data publik. Berbagai insiden kebocoran data yang terjadi sepanjang tahun 2024 menjadi peringatan serius bahwa sistem keamanan informasi di Indonesia masih sangat rentan. Krisis ini bukan hanya berdampak pada aspek teknis, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas politik, sosial, dan kepercayaan publik terhadap negaraPerubahan dan pergeseran nilai yang cepat memerlukan pendekatan bijak melalui tindakan yang konsisten dan berkelanjutan dalam berbagai bidang pembangunan. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan masyarakat demi mencapai tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu, untuk mewujudkan pelayanan publik yang semakin baik dan terintegrasi, transformasi digital adalah langkah penting yang harus dilakukan. Melalui transformasi digital, pemerintah memiliki banyak peluang untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi dan kualitas pelayanan publik. Setidaknya terdapat tiga insiden besar yang menyoroti lemahnya perlindungan data di Indonesia. Pertama, kebocoran data 4,7 juta Aparatur Sipil Negara (ASN) dari sistem Badan Kepegawaian Negara (BKN), di mana data sensitif seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat rumah, hingga riwayat pekerjaan bocor dan diperjualbelikan di forum gelap. Celah keamanan yang dimanfaatkan peretas diketahui berasal dari SQL injection, yang seharusnya dapat dicegah dengan sistem audit dan pengawasan yang ketat. Kedua, serangan ransomware LockBit 3.0 terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang menyebabkan lumpuhnya sejumlah layanan vital seperti imigrasi dan bea cukai. Ketiadaan backup sistem di banyak instansi membuat dampak serangan ini semakin luas dan merugikan. Ketiga, dugaan kebocoran data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang melibatkan data jutaan wajib pajak termasuk pejabat tinggi negara, memperlihatkan kegagalan pemerintah dalam memberikan klarifikasi serta transparansi kepada publik.