The process of child adoption, principally, adoptive parents have an inherent obligation to provide for the adopted child, including daily basic needs, education, and healthcare. This obligation includes fulfilling basic daily needs such as clothing, food, and shelter, as well as ensuring the child’s education and healthcare. The fulfillment of these needs is not only material but also encompasses care, affection, and moral guidance so that the child can grow and develop optimally. This responsibility is comprehensive and must be carried out continuously to ensure the welfare and future of the adopted child, allowing them to have equal opportunities as other children. However, in practice, the implementation of this financial obligation often encounters various challenges. Some adoptive parents do not fully understand the responsibilities attached to their status as caregivers, resulting in the financial support not being provided adequately. On the other hand, economic limitations are also a major factor that hinders the optimal fulfillment of the adopted child’s needs. This indicates a gap between the legal provisions and the practices occurring in the field. Therefore, this research was conducted to thoroughly examine the practice of child adoption and the implementation of financial responsibilities using an empirical legal research method with a case study approach. The research findings indicate that the majority of child adoptions are carried out informally without court approval, while the provision of financial support generally follows the principles of Islamic law and the positive legal framework in Indonesia. Pada prinsipnya, dalam proses pengangkatan anak, kewajiban memberikan nafkah kepada anak angkat merupakan tanggung jawab yang tidak dapat dipisahkan dari peran orang tua angkat. Kewajiban ini meliputi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari seperti sandang, pangan, dan papan, serta aspek pendidikan dan pemeliharaan kesehatan anak. Pemenuhan tersebut tidak hanya bersifat materiil, tetapi juga mencakup perhatian, kasih sayang, dan pembinaan moral agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Tanggung jawab ini bersifat menyeluruh dan harus dilaksanakan secara berkesinambungan demi menjamin kesejahteraan serta masa depan anak yang diangkat, sehingga ia memiliki kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya. Namun, dalam praktiknya, pelaksanaan kewajiban nafkah ini sering kali menghadapi berbagai kendala. Beberapa orang tua angkat tidak sepenuhnya memahami tanggung jawab yang melekat pada status mereka sebagai pengasuh, sehingga kewajiban nafkah tidak dilaksanakan secara maksimal. Di sisi lain, keterbatasan ekonomi juga menjadi faktor utama yang menyebabkan pemenuhan kebutuhan anak angkat tidak dapat dilakukan secara optimal. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara ketentuan hukum dengan praktik yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji secara mendalam praktik pengangkatan anak dan pelaksanaan kewajiban nafkah, menggunakan metode hukum empiris dengan pendekatan studi kasus. Temuan penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pengangkatan anak dilakukan secara nonformal tanpa penetapan pengadilan, sementara pemberian nafkah umumnya mengikuti prinsip hukum Islam dan ketentuan hukum positif di Indonesia.